Kamis, 10 Agustus 2017

Analisis Puisi “Jendela” Karya Joko Pinurbo dengan Pendekatan Struktural Semiotik





MAKALAH
Analisis Puisi “Jendela” Karya Joko Pinurbo dengan Pendekatan Struktural Semiotik

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Kajian Puisi
Dosen Pengampu : Maharani Intan Andalas Irp, S.s., M.a.
Oleh
Asti Wahyuningtyas                                       2101416011

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
2017


PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat kepada Allah Swt atas segala rahmat dan karunianya sehingga makalah ini bisa diselesaikan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Kajian Puisi. Pada makalah ini kami akan membahas dan memahami tentang pendekatan struktural semiotik dan mengkaji puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo.
Saya selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat berguna dan juga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hal yang penulis kaji. Dalam pembuatan makalah ini saya sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan , oleh karena itu saya sangat membutuhkan saran dan kritik demi perbaikan makalah ini. Saya meminta maaf apabila terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini.


Semarang, 11 Juli 2017


Penulis





DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang.................................................................................................... 4
1.2    Rumusan Masalah............................................................................................... 5
1.3    Tujuan Penulisan................................................................................................. 5
1.4    Manfaat Penulisan............................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1  Puisi .....................................................................................................................  6
2.2  Pendekatan structural........................................................................................... 6
2.3  Pendekatan semiotic............................................................................................ 7

BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo ........................................................ 8

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................ 15
4.2 Saran..................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17
Lampiran.................................................................................................................... 18




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan struktur yang kompleks sehingga untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan penganalisisan. Penganalisisan tersebut merupakan usaha secara sadar untuk menangkap dan memberi muatan makna kepada teks sastra yang memuat berbagai sistem tanda. Seperti yang dikemukakan oleh Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Nurgiyantoro, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur ketandaan yang bermakna (Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk puisi, maka untuk pemahaman makna pada puisi menggunakan kajian struktural yang tidak dapat dipisahkan dengann kajian semiotik yang mengkaji tanda-tanda. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (1987: 108) yang mengemukakan bahwa analisis struktural tidak dapat dipisahkan dengan analisis semiotik. Karena semiotik dan strukturalisme adalah prosedur formalisasi dan klasifikasi bersama-sama. Keduanya memahami keseluruhan kultur sebagai sistem komunikasi dan sistem tanda dan berupaya menyingkap aturan-aturan yang mengikat. Tanpa  memperhatikan sistem tanda maka struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara keseluruhan.
Munculnya kajian struktural semiotik ini sebagai akibat ketidakpuasan terhadap kajian struktural yang hanya menitikberatkan pada aspek intrinsik, semiotik memandang karya sastra memiliki sistem tersendiri. Karena itu, muncul kajian struktural semiotik untuk mengkaji aspek-aspek struktur dengan tanda-tanda (Endraswara, 2003: 64) sehingga dapat dikatakan bahwa kajian semiotik ini merupakan lanjutan dari strukturalisme. Untuk itu perlu adanya analisis struktural semiotik guna mafsirkan tanda pada puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo. Analisis ini guna dapat mengerti seutuhnya makna yang ada dalam puisi tersebut.



1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa itu pendekatan Struktural ?
1.2.2        Apa itu pendekatan Semiotik ?
1.2.3        Bagaimana analisis pendekatan struktural semiotik pada puisi Jendela karya Joko Pinurbo ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        untuk mengetahui apa itu pendekatan Struktural pada puisi ?
1.3.2        untuk mengetahui apa itu pendekatan semiotik pada puisi ?
1.3.3        untuk mengetahui bagaima Bagaimana analisis pendekatan struktural semiotik pada puisi Jendela karya Joko Pinurbo

1.4  Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai pendekatan struktural dan pendekatan semiotik pada puisi. Serta diharapkan penulis dapat mengaplikasikannya dalam menganalisis puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo.













BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Puisi
Menurut Pradopo (2005: 1), puisi dalam pengertian lama adalah karangan terikat, sedangkan puisi dalam pengertian baru yaiitu karangan terikat tetapi oleh hakikatnya sendiri atau lebih berdasarkan pada hakikat puisi bukan sarana kepuitisan. Jadi puisi adalah ucapan atau ekspresi tidak langsung (ucapan ke inti pati masalah peristiwa ataupun narasi).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman dalam bahasa berirama dalam bentuk tulisan atau lisan yang selalu mengikuti perubahan dan perkembangan zaman sesuai dengan selera dan estetikanya.
Puisi adalah suatu bentuk tulisan yang lahir dari bakat dan kreatifitas sang penulis. Ungkapan isi hati dan perasaan seseorang dapat dilukiskan dalam rangkaian bait-bait kalimat yang indah. Ada banyak tema yang dapat diangkat dalam penulisan puisi seperti cara pandang kita tentang hidup dan kompleksitasny, fenomena yang terjadi disekeliling kita, bagaimana gambaran terhadap apa atau siapa yang kita puja dan tentu saja tema klasik yang tak pernah mati.

2.2 Pengertian Struktural
Menurut Pradopo (2005: 118), karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbale balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hala-hal atau benda-benda yang terdiri sendiri-sendiri melainkan hal-hal itu saling terikat, saling terikat dan saling bergantungan.
Dalam pengertian struktur ini (Pradopo, 2005: 118), terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).
Sedangkan strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan atau deskripsi struktur-struktur. Menurut fikiran strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu.
Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa struktural adalah unsur-unsur dan fungsi dalam struktur dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.

2.3 Pengertian Semiotik
Menurut Pradopo (2005: 121), semiotik merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian masyarakat). Lamabang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti konvensional masyarakat.
Teori semiotik tidak terlepas dari kode-kode untuk member makna terhadap tanda yang ada dalam karya sastra. Kode-kode merupakan objek semiotik sebab kode-kode itu merupakan sistem-sistem yang mengatasi dan menguasai pengirim dan penerima tanda atau manusia pada umumnya (Pradopo, 1995: 26).
Teori semiotik memperhatikan segala factor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi, seperti factor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu sendiri.
Berdasarkan pejelasan diatas diketahui karya sastra itu merupakan struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempunyai makan yang mempergunakan medium bahasa. Dalam usaha menangkap, member, dan memahami makna yang terkandung didalam karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makan kepadanya.
Menurut Hawkes dalam Najid (2003: 42) Strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang menekankan pada persepsi struktur dan deskripsi struktur. Jadi, yang menjadi konsep dasar teori strukturalisme adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Pradopo dkk dalam Jabrohim, 2003: 54). Anggapan teori strukturalisme yang memandang bahwa struktur itu harus lepas dari unsur lain memunculkan adanya kajian semiotik. Karena kajian semiotik juga tidak dapat sepenuhnya lepas dari struktur maka kajian ini akhirnya disebut dengan kajian struktural semiotik.

BAB III
PEMBAHASAN
Analisis puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo

Secara garis besar puisi ini bertemakan kenangan. Karena didalam puisi tersebut menceritakan seorang tokoh bersama anaknya membayangkan kenangan yang pernah mereka lalui bersama. Kemudian mereka yang diceritakan mengenang masa lalu yang pernah mereka alami bersama. Hal ini dibuktikan adanya kalimat “tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan ke kiri.” Ini adalah hal pertama yang menjelaskan bahwa puisi ini berisi sebuah kenangan yang pernah si tokoh alami. Selanjutnya terdapat satu larik “Rasanya pernah kudengar suar byuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu.” Pada larik ini terdapat kata pernah. Kata pernah merupakan pernyataan sesuatu yang pernah dialami.

Dari segi sudut pandang. Dalam puisi ini penulis memposisikan diri sebagai pengamat atau sudut pandang orang ketiga, yang  mengamati tokoh yang penulis ceritakan dalam puisinya hal ini dapat diartikan dalam larik “Di jendela tercinta ia duduk-duduk”, larik inilah yang mengartikan bahwa posisi penulis adalah sebagai orang ketiga. Dalam puisi tersebut menceritakan dua orang yaitu orang tua dalam hal ini adalah sang ibu bersama anaknya. Mengapa dikatakan sang ibu dan anak? Karena di bait selanjutnya terdapat kalimat “bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.” Kutipan ini menjelaskan bahwa ia adalah orang tua. Sedangkan ibu dapat kita artikan dari larik “Rasanya pernah kudengar suar byuurrr, dalam tidurmu yang pasrah, Bu.” Disebutkan bu yang berarti ibu. Jadi puisi ini bercerita tentang anak dan ibu.

Jendela tercinta tempat favorit mereka. Tempat favorit untuk mengenang. Dimana tokoh dan sang ibu dapat merasakan dan menghadirkan hal yang pernah mereka bersama lalui dahulu.
Jendela sebagai sesuatu yang bisa dibuka, sesuatu yang dapat membuka serta melihat sesuatu yang luas. Dalam puisi ini konteksnya sesuatu tersebut adalah kenangan yang dialami tokoh.  Jadi secara makna dapat diartikan beberapa bahwa dijendela adalah tempat favorit tokoh yang diceritakan dan dapat diartikan juga bahwa sesuatu yang dapat dibuka dilihat dengan luas hal ini adalah kenangan.

Dari bait “Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan ke kiri.”
Dapat diartikan sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi atau kegiatan. Mereka sedang mengayun-ayunkan kaki, berbincang dan bernyanyi, dan saat mereka ayunkan kaki hadir sebuah kenangan yang utuh atau mengingatkan mereka terhadap sesuatu. “tubuh kenangan” dapat diartikan bahwa tubuh itu lengkap , ‘tubuh kenangan’ berarti sesuatu yang lengkap atau kenangan yang lengkap. ‘tubuh kenangan’ juga dapat diartikan sesabagai sesorang. Tubuh disini melukikaskan seorang. ‘tubuh kenangan’ berarti sesorang yang sedang mereka kenang. Jadi bait diatas dapat diartikan bahwa mereka sedang melakukan kegiatan berbincang, bernyanyi serta mengayun-ayunkan kaki. Dan saat merka seperti itu mereka dapat mengenang sesuatu atau mengenang seseorang dalam hidup.

Saat mereka mulai tenggelam dalam kenangan mereka semakin jelas mengingat Sesuatu itu. Mereka sangat ingat yang pernah terjadi dulu. Bukti kutipan “Mereka memandang takjub ke seberang” kalimat ini dapat diartikan juga mereka tidak dapat berkata-kata lagi tentang yang pernah terjadi di masalalu hingga benar-benar membuat mereka takjub.
Kenangan itu membawa luka yang sangat dalam. Bahkan sesuatu yang indah dalam hidup mereka sirna begitu saja dan berlalu dengan sangat mengenaskan. Hal tersebut melalui proses yang sangat panjang dan menyakitkan bagi si tokoh. Dapat dilihat dalam kutipan
“melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr….”

Dari kutipan diatas kita dapat analisis bulan adalah sesuatu yang indah yang menerangi dimalam gelap. Bahkan tempatnya sangat tinggi tetapi dalam puisi ini dikatakan sang bulan terjatuh dengan menggelinding melalui gigir tebing. Bulan yang letaknya tinggi, jatuh melewati tebing maka dapat kita artikan sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan. Sesuatu yang indah yang tinggi hilang begitu saja dengan cara menyakitkan. Telah disampaikan diatas bahwa bulan adalah sesuatu yang bersinar dimalam gelap dalam konteks mengenang ini dapat diartikan sebagai sosok atau suatu hal yang menerangi. Sosok  yang ditinggikan dan dijadikan panutan dan penerang seperti bulan. 

Bulan tetapi meluncur dan tenggelam ke jeram sungai yang dalam. Tentu jika sesuatu diatas yang bersinar indah atau ditinggikan tenggelam dalam jeram sungai yang dalam maka itu sangat menyakitkan. Sakit yang sangat amat dirasa. Sakit yang tidak pernah dibayangkan. Bahkan benar-benar sakit. Sesuatu yang benar-benar sakit dapat dikaitkan dengan adanya kata ‘byur’ dalam puisi tersebut. Jadi sesuatu yang indah yang tinggi jatuh dengan cara yang sangat
Menyakitkan dan benar-benar mengejutkan hingga byurr bulan itu jatuh dan sangat perih.

            Hal tersebut dapat dikuatkan pada bait selanjutnya yang menyatakan bahwa mereka hidup sendiri berdua yang semakin menguatkan bait diatas bahwa mereka kehilangan sosok yang ditinggikan bisa jadi adalah ayah. Karena dalam keluarga setidaknya ada ayah, ibu dan sang anak. Ayah adalah panutan yang menjadi penerang seperti bulan tetapi pergi meninggalkan mereka berdua dengan cara yang menyakitkan dan menyisahkan luka juga trauma.

            Dalam kalimat “Sesaat mereka membisu. Gigil malam mencengkeram bahu.” Dalam menghadapi hal tersebut mereka hanya bisa pasrah dan diam membisu. Atau dapat diartikan juga bahwa saat mengenang kenangan yang pahit sampai membuat mereka tak dapat berkata-kata lagi. Malam yang dingin adalah suatu suasana tetapi dapat mencengkeram, dapat diartikan jika mereka mengingat kenangan tersebut mereka dapat merasakan sakitnya walau hanya mengenang tapi sakitnya begitu terasa.

            “Rasanya pernah kudengar suar byuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu.”
Dalam kutipan ini dapat diartikan bahwa sang anak bisa merasakan sakitnya hati sang ibu dan sang ibu hanya mampu pasrah. Pasrah dalam keadaan hal ini diterjemahkan dari kata ‘tiudrmu, tidur yang dapat diartikan sebagai keadaan. Keadan pasrah karena tidak bisa melawan.

“Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku, ”
Timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.
Dalam kutipan ini dapat diartikan bahwa sang ibu memberikan semangat pada anaknya. Bahwa hati sang anaklah yang jatuh dalam kasih sayang ibu. Dalam kutipan ini kita dapat merasakan bahwa ibu menyatakan bahwa ia baik-baik saja pada sang anak. Hanya saja yang sang anak lihat terlalu kasian pada ibunya. Karena sang anak benar saying ibu dan hati sang anaklah yang sebenarnya terjebur dalam hati ibu. Hingga sang anak terlalu kawatir pada ibunya. Dapat dilihat dalam kalimat “Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,” kita dapat merasakan bahwa sang ibu memastikan bahwa iya baik. Sang anak berpikir demikian karena terlalu saying pada ibunya (hati sang anak telah terjebur dalam hati ibu). Dalam kutipan diatas dapat kita artikan bahwa sang ibu mencoba tegar dengan keadaan. Dengan sisa-sisa kebahagiaan bersama anaknya saja ia tetap menikmati. Kita dapat artikan hal ini dari kalimat “Timpal si ibu sembari memungut sehelai angin yang terselip di leher baju.”. angina tetapi terselip dileher baju. Padahal disekeliling kita angin sesuatu yang ada tetapi tidak bisa disentuh. Sama seperti kebahagiaan yang seharusnya lengkap tetapi tidak bisa mereka ambil dan rasakan. Dan angin terselip dileher baju. Padahal lipatan leher baju sangat sempit dan dalam kesempitan itu dapat dipungut sang ibu. Artinya walau kebahagiaan yang sangat sempit sang ibu tetap menikmati kebahagiian bersama anaknya. Kata ‘Memungut’ lah yang diartikan sebagai tetap menikmati sesuatu yang kecil.

Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.
Dalam kutipan ini menunjukkan bahwa mereka memang hanya hidup berdua tidak sama dengan keluarga pada umumnya seperti telah dijelaskan dalam paragraph diatas. Bersendiri dengan puisi dapat diartikan bahwa dengan berpuisi mereka yang hanya berdua dapat mengekspresikan sendiri perasaannya. Hanya ia dan perasaannya. Untuk itu ditulis “bersendiri dalam puisi”.

“Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa lagi bersama.”
“Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
 Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.
Dalam kutipan percakapan sang anak ini tidak ada tanda yang menyimpan arti. Dapat dirasakan langsung bahwa sang anak menyadari bahwa suatu hari nanti mereka akan berpisah. Tetapi hati mereka tak akan pisah. Karena mereka adalah sama-sama hati yang saling mencintai dan melawan trauma sakit karena masalalu. Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma. Kalimat ini merupakan tanda yang harus diartikan. Kalimat ini masih menjelaskan kalimat sebelumnya. Menagapa sebelumnya sang anak mengatakan bahwa meskipun mereka berpisah tetapi mereka akan tetap bersama? Karena mereka saling mencintai dan akan saling menemani dalam menghadapi trauma yang menimpa mereka dimasa lalu. Hal tersebut merupakan arti dari kalimat Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.

Kemudian setelah larut malam mereka berhenti mengkhayal atau mengenang atau dapat juga benar-benar kegiatan sedang mengayun-ayunkan kaki, berbincang dan bernyanyi kemudian sama-sama ingat masalalu yang hadir saat melakukan aktivitas tersebut (seperti yang telah disampaikan diatas). Mereka menyudahi hal tersebut karena larut malam. Hal ini dapat diartikan dari kutipan “Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang”. “dan membiarkan jendela tetap terbuka” dapat diartikan bahwa mereka memutuskan tidur ditempat favorit mereka tersebut (karena jendela tadi dapat diartikan atau tanda yang berarti tempat favorit). Atau dapat diartikan juga mereka membiarkan kenangan masa lalu it uterus memutar dalam ingatan dan mengantarkan tidur (karena jendela tadi dapat diartikan sebagai kenangan yang terbuka luas yang dapat dilihat).

            Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.
Dalam kutipan ini terdapat banyak tanda. Dalam kalimat Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,bisa diartikan bahwa mereka berharap meskipun hanya harapan kecil yang bahkan terkesan lucu yaitu mengharapkan sang bulan kembali datang (melompat dari jeram sungai yang dalam) masuk dalam kehidupan mereka lagi. Dan sang bulan itu dapat menerangi kembali dalam kehidupan mereka yang sederhana. Atau dapat juga diartikan bahwa tidur adalah kegiatan yang tak sadar maka menjelang tidur mereka membayangkan bahwa sang bulan kembali hadir menemani mereka dalam kehidupan yang sederhana. Sama  seperti doa yang tak banyak meminta. Karena doa itu sederhana tak mahal. Sekalipun hanya berharap yang tak pasti dan tak mungkin tapi tidak salah dalam doa. Dapat diartikan dari bait seperti doa yang tak banyak meminta.




























BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
            Dari analisis puisi “Jendela” karya Joko Pinurbo dengan pendekatan struktural semiotik didapatkan pemaknaan yang lebih konkret dalam puisi tersebut. Makna dalam puisi tersebut dari analisis pendekatan strucktural semiotik adalah :
            Ada seorang ibu dan anaknya, ia sedang duduk ditempat favorit mereka sambil bernyanyi, bercerita, dan mengayun-ayunkan kaki saat seperti itu kenangan mereka hadir bersamaan dengan ayunan-ayunan kaki. Mereka berdua dapat mengenang sebuah kenangan yang sangat jelas dan tidak akan terlupakan. Kenangan yang begitu pahit dan menyedihkan. Saat dimana mereka berdua ditinggalkan dan kehilangan sosok yang mereka tinggikan dan agungkan yang seharusnya menjadi penerang seperti bulan di malam gelap. Dia harus pergi meninggalkan mereka berdua dengan cara yang sangat menyakitkan. Begitu sakitnya hingga mereka tidak dapat berkata-kata lagi saat mereka mengingat peristiwa itu. Sang anakpun mengatakan pada ibunya ia bisa merasakan apa yang sang ibu raakan. Namun sang ibu hanya diam, begitu yang diungkapan sang anak. Tetapi sang ibu menyalahkan bahwa pikiran seperti itu salah yang ada si anaklah yang terlalu jatuh cinta mendalam kepada sang ibu hingga sang anak mengkhawatirkan yang tak seharusnya perlu dikhawatirkan. Jawab sang ibu yang mencoba tegar. Mencoba berdamai dan berbahagia bersama sang anak. Berbahagia dalam sepi. Dan mencoba membangun kebahagiaan yang tersisa.
            Tak seperti keluarga pada umunya yang lengkap atas kehadiran ayah, ibu dan anak namun mereka hanya berdua, hanya ada sang ibu dan anak. Mereka berdua saling menemani dalam melewati cobaan yang dihadapi. Dan dengan berpuisi mereka dapat jujur pada perasaan sendiri apa yang mereka rasakan. Sang anakpun menyadari bahwa suatu hari nanti mereka akan berpisah dan tak akan bersama lagi. Namun, sekalpiun berpisah mereka tak akan benar-benar berpisah. Karena mereka berdua adalah sepasang hati yang sama-sama berjuang berjuang melawan trauma masalalu.
            Saat malam bertambah malam merekapun menyudahi mengenang yang begitu dalam merekapun beranjak tidur ditempat mereka mengenang tadi. Dan mereka membiarkan jendela (kenangan) itu memutar dengan damai dalam ingatan menemani mereka tidur. Mereka mengandai-andai siapa tahu sosok ayah yang dirindukan itu hadir kembali dan kembali menerangi keluarga itu. Dalam doa mereka berdoa seperti itu walau mereka tau akan mustahil hal tersebut. Tapi seperti doa yang tidak pernah salah mereka tidak takut berdoa dan berharap dalam tidur mereka yang bersahaja.
           
4.2 Saran
            Dalam menganalisis makalah ini penulis menemukan berbagai kekurangan. Banyaknya tanda yang ada yang mewakili perasaan penulis membuat susahnya puisi ini dimengerti. Apalagi untuk orang awam. Agar puisi lebih dapat tersampaikan makna yang ingin diungkapan, seharusnya bahasa yang digunakan lebih ringan.











DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Djoko Rahmat. 2007. Pengkajian Puisi. Jogjakarta : UGM Press
_______ , 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Jogjakarta : UGM Press
 (diakses : 6 juli 2017)
(diakses : 6 juli 2017)













LAMPIRAN
Jendela

Di jendela tercinta ia duduk-duduk
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan ke kiri.
Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr….

Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
“Rasanya pernah kudengar suara byuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu.”
“Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,”
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.

Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.

“Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa lagi bersama.”
“Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
 Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.”

Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.

(2010)

Diambil dari antologi puisi Baju Bulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Legenda Tangkuban Perahu

  Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...