BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Drama adalah salah satu karya sastra. Yang
membedakan drama dengan karya sastra lain adalah dalam drama berisi percakapan
dan lakon. Drama sendiri tidak harus dipentaskan. Drama lebih pada naskah,
sedangkan naskah drama adalah isi dari drama itu sendiri. (Mohamad, TT,1) dalam
buku “Teori Drama dan Penerapannya” menyatakan bahwa semua produksi drama
bertolak dari naskah lakon sebagai “pralakon” . dengan kata lain seni teater
merupakan kegiatan memproduksi atau menggarap naskah lakon. Jadi pementasan
drama merupakan konkretisasi naskah. Untuk itu saat berbicara tentang drama
tidak pernah lepas dari naskah.
Sebagai suatu karya sastra maka naskah drama terdiri
dari berbagai unsur yang membentuk suatu struktur. Untuk itu naskah drama harus dibedah atau didekati dengan suatu pendekatan
tertentu agar dapat memahami lebih dalam apa isi dari naskah tersebut. Pendekatan
yang digunakan harus disesuaikan dari sudut pandang mana kita akan mengkaji
drama tersebut.
Dalam naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya
Ratna Sarumpaet sangat sarat akan penggambaran wanita. Bagaimana peran wanita
dan sebagai sesuatu yang menyoroti keadilan yang terjadi pada wanita. Dengan
demikian hal ini dikaitkan dengan pendekatan feminisme dimana pendekatan
feminisme adalah bagaimana peran wanita dalam teks sastra khususnya naskah
drama. Termasuk bagaimana wanita itu perlakukan dan seberapa berpengaruh wanita
dalam naskah tersebut. Hal tersebut yang
menjadi latar belakang penyusunan makalah ini. Bagaimana peran dan posisi
wanita dalam naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pendekatan feminisme?
2. Bagaimana aplikasi pendekatan
feminisme pada naskah drama Pelacur dan Sang Presiden” karya
Ratna Sarumpaet ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui pendekatan feminism
2. Dapat mengetahui analisis pendekatan
feminisme dari naskah drama Pelacur dan Sang Presiden” karya
Ratna Sarumpaet
1.4 Manfaat Penulisan
Mengetahui
analisis pendekatan feminism pada naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden”
karya Ratna Sarumpaet
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pendekatan Feminisme
Dalam kebanyakan cerita fiksi
kedudukan tokoh perempuan sering diperlakukan, dipandang, atau diposisikan
lebih rendah dari tokoh laki-laki. Tokoh perempuan tidak memiliki kesempatan
untuk mengembangkan diri dan kesempatan lain yang sama pada berbagai hal dalam
aspek kehidupan. Kedaan semacam itu pada karya sastra secara umum dipandang
mencerminkan keadaan kehidupan nyata dimana perempuan juga dianggap berposisi
lebih rendah. Masyarakat menganggap bahwa hal tersebut sudah semestinya begitu.
Hal itu karena masyarakat beranggapan bahwa kodrat wanita berada dibawah
laki-laki. Keadaan itu menyebabkan perempuan menggugat karena merasa
diperlakukan tidak adil. Mereka mempertanyakan apa yang menyebabka perempuan
lebih rendah dari pada laki-laki. Benarkah keadaan itu memang karena kodrat
atau kondisi tersebut sekadar buatan masyarakat, khususnya budaya patriarki yang
dikuasai oleh kaum laki-laki. Keadaan tersebut menyebabkan munculnya gerakan
atau paham feminisme sebagai bagian dari kajian sastra dan budaya tahun 1970-an
(Ryan,2011:179) dalam buku (Teori Pengkajian Fiksi, Burhan Nurgiyantoro,
2013:108).
Pendakatan feminisme adalah suatu
pendekatan yang mendasarkan kajian pada pandangan feminisme yang menginginkan
adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan. Dalam pengertian yang
paling luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu
yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan
dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada
umumnya (Ratna, 2004) dalam Bahan ( Ajar Prosa Fiksi 2016).
Permasalahan feminisme dalam kajian
kesusastraan. Persoalan yang mengemuka adalah bagaimana penerapan gerakan
feminisme tersebut dalam kajian berbagai teks kesastraan. Hal ini yang kemudian
muncul istilah kritik sastra feminisme.
Pada intinya kritik sastra feminis meneliti citra dan pandangan perempuan di
tengah budaya patriarki, baik perempuan sebagai tokoh dalam sebuah karya sastra
maupun sebagai pengarang. Cara memperlakukan seorang tokoh perempuan dalam
cerita fiksi antara yang ditulis oleh pengarang laki-laki dan perempuan.
Pengarang perempuan tentunya cenderung lebih teliti jika menceritakan hal-hal
yang terkait dengan dunia perempuan karena ia sendiri juga mengalaminya. Mereka
tentu juga lebih teliti untuk melihat perlakuan yang tidak adil yang muncul
dalam aspek kehidupan. Adapun pengertian pendekatan feminism secara sederhana
adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus
dengan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan
kehidupan manusia.
Gerakan feminisme menggugat
ketidakadilan gender yang menyubordinasikan perempuan. Untuk itu tujuan kajian
kesastraan itu, Tyson (2006:119-120) mengemukakan adanya sejumlah pertanyaan
yang dapat dijadikan pemandu kegiatan, dan beberapa di antaranya ditunjukkan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
penerapan konsep patriarkat dalam sebuah teks kesastraan, misalnya yang
menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial dan psikologi? Bagaimanakah tokoh
perempuan dicitrakan dan bagaimana kaitannya dengan isu gender yang ada ketika
karya itu ditulis? Apakah karya itu menegaskan kuatnya ideologi patriarkat atau
sebaliknya menggugatnya?
2. Bagaimanakah
karya itu menerapkan konsep gender? Bagaimana konsep feminitas dan maskulinitas
dilukiskan? Apakah karakter tokoh memperlihatkan kesesuaiannya dengan jenis
kelaminnya? Bagaimanakah teks menyikapi masalah gender, misalnya apakah
menerima, mempertanyakan, atau menolak pandangan tradisional tenaga gender?
3. Apakah
karya itu menunjukkan penolakkan gerakan feminisme terhadap patriarkat dunia
yang terlihat pada aspek ekonomi, politik, sosial, dan psikologi?
4. Apakah karya itu
menunjukkan sejarah penerimaan masyarakat/kritik terhadap menerapkan
budaya patriarkat?
5. Apakah
karya itu menunjukkan kreativitas perempuan (untuk menjawab pertanyaan ini
dibutuhkan data biografis pengarang dan budaya yang melingkupinya).
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis
Naskah drama ini menceritakan tentang
sebuah kisah yang bermula Jamilah seorang pelacur yang menyerahkan diri ke
kantor polisi karena telah membunuh seorang menteri dan anaknya. Kehidupan
jamilah sangat rumit dan pahit. Sejak kecil ia telah digadaikan bapaknya pada
mucikari untuk dijadikan PSK. Tidak terima akan hal tersebut ibu Jamilah
menculik dan dibawanya untuk dititipkan disuatu keluarga yang terdidik dan
terhormat berharap Jamilah kelak menjadi anak yang tumbuh dengan baik dan
bernasib baik. Namun sayang ekspektasi tak sejalan dengan realita. Dalam
keluarga tersebut Jamila seperti budak dan setiap malam digerayangi oleh dua
laki-laki dirumah tersebut. Hingga yang terus menyakitkan membuat Jamilah
membunuh menteri itu.
Berharap kehidupan yang lebih baik
Jamilah ingin menjadi TKI namun keterbatasan pendidikan membuatnya kembali
jatuh ke lembah hitam yang bahkan tidak manusiawi sama sekali. Dimana anak-anak
belia dijajakan dan dipaksa minum narkoba agar tubuhnya dapat dieksploitasi
pihak-pihak tertentu. Kehidupan Jamilah semakin terpuruk ia harus dicaci,
dihina dan direndahkan dalam seluruh perjalanan hidupnya. Hal tersebut sangat
membekas dan menyakiti Jamilah hingga menimbulkan depresi dan trauma
tersendiri. Hingga diakhir hayatnya saat akan dijatuhi hukuman mati, permintaan
terakhir jamilah tidak bertemu dengan keluarga ataupun orangtuanya. Namun,
dengan presiden dan ulama besar. Jamila menanyakan dimana mereka yang
menyampaikan tentang kehidupan langit, yang lebih senang membicarakan tentang
kesucian dimuka umum sedangkan tidak pernah terjun langsung menghadapi
kenyataan hidup seperti yang dialami Jamilah yang sama sekali tidak dapat ia
pilih. Dan bertanya kepada presiden dimana letak keadilan sesungguhnya.
Permintaan terakhir Jamilah ini tentu mengundang reaksi yang sangat besar bagi
masyarakat.
3.2 Analisis Drama
dengan Pendekatan Feminisme
Dalam
mengkaji drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet ditemukan
berbagai data dalam proses analisisnya. Antara lain sebagai berikut :
1. Penulis
secara tidak langsung mengkritisi kehidupan saat ini. Dimana prostitusi dan
pelacur Pelacur dikecam sebagai sesuatu yang sangat hina. Pencari nafkah dengan cara tidak bermoral.
Setiap hal ini menjadi sorotan publik perempuanlah yang dijadikan alasan
dibalik masalah ini. Perempuan dianggap tidak memiliki harga diri dan penyebab
masalah tersebut. Masyarakat tidak mau menyalahkan laki-laki yang dengan adanya
prostitusi tersebut adalah tempat pemuas hasrat laki-laki. Masalah ini terus
menyudutkan perempuan hingga akhirnya dunia berpikir bahwa perempuanlah yang
harus menutup dirinya rapat-rapat,tanpa melihat alasan dibalik hal itu terjadi
. tidak ada perempuan yang ingin terlahir sebagai pelacur. Seluruh anak lahir
dalam keadaan suci ironisnya sebuah kelahiran yang suci yang didalamnya
diiringi doa-doa diberi nama yang mengndung harapan cerah nan suci harus
dinodai, dengan ketidakmampuan ekonomi, iman yang tipis dan pendidikan minim
membuat orang tua menodai kelahiran anaknya untuk dijadikan pelacur sebagai
jalan pintas agar membuatnya kaya. Dan disaat itu pemerintah, ulama, dan
masyarakat hanya menyalahkan satu pihak saja yaitu wanita mengapa wanita tidak
memilih jalan yang terang. Padahal tidak ada satu wanitapun yang terlahir
menjadi pelacur. Pelacur sekalipun tidak pernah menginginkan hal tersebut.
Namun apa boleh buat jika hal tersebut sudah seperti takdir yang tidak bisa
dihapuskan. Wanita tidak dapat memilih jalan hidupnya sendiri dan harus
disalahkan saat terajadi hal yang tidak diinginkan.
Bukti kutipan :
JAMILA
Di kampung halamanku
-menggadaikan seorang anak perempuan pada saat mereka masih bayi merah -
bukan dongeng Pak Kiyai – tapi
realita.
BAPAK KIYAI
Astagfirullah hallazim
JAMILA
Itu budaya perbudakan yang lahir dari
kemiskinan pak Kiyai. Lahir dari kebodohan - dan
lemahnya iman
JAMILA 2
Perbudakan yang sacral. Yang dihormati-hormati
dengan upacara. Didandani dengan kembang
setaman dan mantera-mantera,
dicampur aduk dengan doa-doa dan
salawat Nabi.
BAPAK
KIYAI
Astagfirullah hallazim
JAMILA 2
Tidak satupun yang bangkit mengutuknya – Tidak Pemerintah, tidak masyarakat
setempat,
Termasuk para ulama
seperti Bapak …..
JAMILA 2
Bapak
lebih suka menjadi politikus.
Menjadi bintang televisi, Berceramah tentang langit ..... Tentang hal-hal yang sama sekali tidak
menyentuh persoalan kami .....
JAMILA 2
Aku
mendengar kalian dengan lantang menyerukan agar orang-orang menjauhkan
diri dari hal-hal yang maksiat .... Kemaksiatan yang seperti apa Pak
Kiyai ....
(MENGGERUTU)
Aku
hanya seorang pelacur di tengah pentas
pelacuran politik yang sedang kalian bangun di muka-bumi ini .... Membunuh seorang Jamila tidak akan
mematikan peradaban yang sudah terlanjur kalian bangun dengan tangan-tangan kotor Dengan kemunafikan
– Dengan nama Allah – kalian
menyerukan agar orang-orang menghindari pertikaian dan kebencian – di tengah dunia dimana kalian meletakkan
agama sebagai sesuatu yang menakutkan –
Sah untuk saling membenci dan
saling membunuh. Sah menyalakan api peperangan
dan menerima kemiskinan sebagai nasib tanpa akhir.
2. Pada
naskah drama ini digambarkan wanita sangat direndahkan bahkan oleh orangtuanya
sendiri. Ada budaya menjual anak perempuan sejak umur 2th sejak si anak
tersebut belum memiliki dosa dan bahkan belum mampu memilih jalan hidupnya,
orang tuanya lah yang telah menjadikan ia pelacur dan digadaikan pada mucikari
sejak kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang ingin menyampaikan begitu
ditindasnya kaum wanita. Selain itu pada naskah ini disebutkan saat yang ibu menitipkan
tokoh pada keluarga yang dianggap baik, berbobot, berpangkat justru anak
tersebut digerayanginya oleh sang suami dan anak laki-laki setiap malam sebagai
pemuas nafsu birahinya. Gambaran merendahkan wanita semakin lekat saat tokoh
utama hamil yang disalahkan adalah tokoh tersebut. Tidak berhenti disana sang
tokoh wanita bahkan dihina, dicaci maki, diperlakukan seperti sampah saat dosa
yang ia bawa adalah dosa yang tak pernah ia harapan. Seperti takdir bahwa
wanita itu selalu rendah. Hingga lari ke tempat perlindunganpun masih harus
membawa dosa yang seakan tak bisa terlepas.
Bukti kutipan :
IBU WARDIMAN (OS)
Ayahmu
– menjualmu ke mucikari, saat kamu masih
ingusan.Dalam keadaan sekarat Ibumu menculikmu
dari mucikari itu dan mengantarmu kemari
supaya kamu aman. Di rumah
keluarga terhormat seperti di rumah ini
dia berharap kamu akan tumbuh sehat.
Dan apa yang kamu lakukan? Kamu
seolah ditakdirkan untuk jadi pelacur.
IBU
WARDIMAN
Ibu
hanya memintamu menyebut satu nama
Jamila. Bapak Wardiman atau Hendra putra
Ibu. Hanya dengan begitu Ibu punya sesuatu
untuk memembelamu. Kamu malah berkeras mengunci mulut.
3. Dalam
naskah ini dituliskan betapa tidak berdayanya wanita melawan kebodohan. Dimana
saat wanita ingin mengubah
jalan hidup ke jalan yang baik harus terhalang akan pendidikan. Pendidikan yang
tak memadahi membuat wanita tidak bisa berkutik. Penulis sangat emosional
menuliskan dimana saat tokoh ingin merubah nasib justru dijerumuskan ke jalan
sesat bahkan masih berusia belia harus menjadi usia yang dewasa sebelum
waktunya untuk dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Bahkan alat
Negara yang menjadi peindung turut menindas.
Bukti kutipan :
JAMILA
1
Tidak.
Itu bukan fitnah. Tuti berdiri di balik
pohon-pohon itu - kaku dan
ketakutan – menonton 3 petugas memperkosa Dinda, lalu menghabisi nyawanya dengan enteng.
Para
petugas tampak terperangah dan surut. Mereka mulai Kehilangan wibawanya dan
jamila 1 mulai mengambil alih Panggung, mengejar petugas 2 yang tampak paling
kebingungan.
JAMILA 1
Setiap
malam gadis-gadis di Pondok Sari itu dipaksa membeli sabu-sabu, dan
menghisapnya sampai tuntas Supaya kalian bisa goyang sampai pagi. Supaya kalian bisa melahap sepuluh
laki-laki dalam satu malam. Supaya kalian cepat kaya, lalu keluar dari
hutan sialan ini dengan sekoper uang.
Dinda lebih cerdas dari yang lain.
Dia tidak menghisap sabu-sabu yang wajib dihisapnya, Dia menolak hadiah paket gratis. Takut kecerdasan Dinda menular ke yang
lain, dia lalu dibunuh dibunuh dengan
keji.
4. Dalam
naskah ini ditunjukan ada titik dimana wanita tidak dapat berbuat apa-apa tapi
masih berani melakukan perlawanan yang menyudutkan lawan. Penulis disini
menyampaikan bahwa wanita yang tertindas dan menanggung dosa yang tak
semestinya ditanggung justru adalah suatu kebenaran. Tokoh utama disini mampu
membalikkan keadaan saat ia disudutkan ia mampu membalikkan posisi dimana
seharusnya pertanggungjawaban yang sebenarnya. Bagaiama ulama yang hanya
membicarakan soal langit. Politikus dan pemerintah yang bahkan sama sekali tak
memerdulikan keberadaan suatu kaum yang seharusnya menjadi tanggung jawab
Negara. Penulis juga menuliskan hal yang dianggap hina ternyata bukan saja
salah wanita. Kenyataannya lelaki juga tergiur akan wanita yang bahkan
dihinanya. Hal ini membuktikan penulis menyampaikan bahwa serendah-rendahnya
wanita tidak serta merta disalahkan.
Bukti
kutipan :
Jamila - 2 tiba-tiba mengubah posisinya menjadi
terlentang, dan Mengangkat salah satu kakinya tinggi-tinggi, membuat baju
Tahanannya tersingkap hingga ke pangkal paha.
Beberapa saat si polisi penjara terperangah melihat paha jamila 2 yang
mulus, sambil berpaling, ia menegur jamila agar Menurunkan kakinya.
Polisi
penjara 1
Turunkan kaki
kamu jamila.
Jamila
2 tidak mematuhi teguran polisi penjara.
Dia malah Mengulangi kelakuanya dengan menaikkan kakinya yang lain. Polisi
penjara menjadi marah. Dia menghampiri jamila 2, dengan Menegurnya, keras.
Polisi
penjara 1
Hei jamila! Turunkan kaki kamu itu!
Merasa sukses jamila 2 tertawa. Ia
membalik tubuhnya cepat,
Lalu mengejek polisi penjara.
Jamila
2
Kenapa ? Terangsang? Jangan liat!
Polisi
penjara 1
Dasar pelacur! (menggerutu)
5.
Tidak dapat dipungkiri bahwa wanita
dalam kehidupan nyata memiliki kasta atau derajat yang berbeda, demikian dalam
naskah tersebut. Berbagai tingkat kasta wanita hadir mewarnai naskah drama ini.
Masing-masing memiliki gaya, karakter dan perannya masing-masing. Ada wanita
yang agung dan diagungkan, adapula wanita yang rendah dan direndahkan. Hal ini
membawa warna sendiri dalam naskah drama ini.
Bukti kutipan :
IBU
WARDIMAN
Suruh
perempuan itu berhenti !! Ngajinya itu
membuat telinga Ibu serasa terbakar.
JAMILA
1
Kesucian seperti apa Bu ? Harga diri yang bagaimana ?
BU
RIA
Ooooo
.... Dan kamu bangga? Apa yang kamu
banggakan Mila ? Menjadi sorotan
dimana-mana ? Menjadi berita utama di
Koran-koran ….
ISTRI
PEJABAT 1
Kamu akan mati perempuan kotor, kamu
akan mati.
BU
DARNO
Pergi
kemana ? Memulai kehidupan yang bersih?
Takdirmu pelacur Jamila dan akan selalu
begitu.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari
hasil analisis dan pengkajian naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya
Ratna Sarumpaet dengan pendekatan feminisme dapat disimpulkan beberapa hal,
yaitu :
1. Dalam
kasus tertentu, khususnya prostitusi, wanitalah adalah obyek yang disalahkan.
Tanpa melihat alasan dan realita didalamnya. Pelacur dianggap sebagai sampah
masyarakat. Sedangkan disis lain hal tersebut sudah menjadi budaya yang
dianggap wajar bagi sebagian kelompok masyarakat.
2. Dalam
perlawanan kaum wanita yang tak mau bahwa selalu kaumnya yang direndahkan
terhadap kaum yang dianggap penguasa.
3. Jika
selama ini pelacur dianggap hal yang hina hal ini didekontruksi bahwa itu
adalah salah pemerintah yang tidak sanggup memberikan pendidikan, dan layanan
pada masyarakatnya secara maksimal hingga mereka memilih jalan instan dalam
menangani hal tersebut.
4. Naskah
ini menunjukan bagaimana keprihatinan penulis pada fakta yang terjadi dalam
masyarakat saat ini. Dimana saat ini wanita selalu menjadi obyek kesalahan dan
lelaki perbuatan lelaki sebagai sesuatu yang dapat dimengerti.
5. Naskah
ini dibuat dengan kreativitas yang tinggi, karena potret didalamnya digambarkan
dengan nyata dan jika dikaitkan dengan hal-hal diluar naskah memang benar
terjadi. Menurut penelusuran sebelum membuat naskah ini penulis telah melakukan
berbagai penelitian. Sehingga dapat dikatakan naskah drama ini merupakan
cerminan kehidupan sebenarnya.
4.2 Saran
Di dalam menyusun makalah ini,
penulis tentu masih banyak kekurangan. Dan penulis berharap pembaca dapat
mengambil sesuatu yang positif dan bermanfaat dari pembahasan naskah drama yang
berjudul “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet
dengan pendekatan feminisme.
Untuk itu dibutuhkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca maupun
peneliti yang lain. Untuk kedepannya, diharapkan muncul peneliti lain yang
dapat menganalisis naskah ini dengan gaya dan pendekatan yang lebih mendalam
dan mutakhir lagi.
Daftar
Pustaka
Nurgiyantoro,
Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi.
Jogjakarta : UGM Press
xxx.
2016. Bahan Ajar Prosa Fiksi.
Semarang : Unnes Press
Mohamad,
TT. Teori Drama dan Penerapannya 2.
Jakarta : Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar