Kamis, 10 Agustus 2017

pendekatan feminisme dalam analisis naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet.



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Drama adalah salah satu karya sastra. Yang membedakan drama dengan karya sastra lain adalah dalam drama berisi percakapan dan lakon. Drama sendiri tidak harus dipentaskan. Drama lebih pada naskah, sedangkan naskah drama adalah isi dari drama itu sendiri. (Mohamad, TT,1) dalam buku “Teori Drama dan Penerapannya” menyatakan bahwa semua produksi drama bertolak dari naskah lakon sebagai “pralakon” . dengan kata lain seni teater merupakan kegiatan memproduksi atau menggarap naskah lakon. Jadi pementasan drama merupakan konkretisasi naskah. Untuk itu saat berbicara tentang drama tidak pernah lepas dari naskah.
Sebagai suatu karya sastra maka naskah drama terdiri dari berbagai unsur yang membentuk suatu struktur. Untuk itu naskah drama  harus  dibedah atau didekati dengan suatu pendekatan tertentu agar dapat memahami lebih dalam apa isi dari naskah tersebut. Pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dari sudut pandang mana kita akan mengkaji drama tersebut.
Dalam naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet sangat sarat akan penggambaran wanita. Bagaimana peran wanita dan sebagai sesuatu yang menyoroti keadilan yang terjadi pada wanita. Dengan demikian hal ini dikaitkan dengan pendekatan feminisme dimana pendekatan feminisme adalah bagaimana peran wanita dalam teks sastra khususnya naskah drama. Termasuk bagaimana wanita itu perlakukan dan seberapa berpengaruh wanita dalam naskah tersebut.  Hal tersebut yang menjadi latar belakang penyusunan makalah ini. Bagaimana peran dan posisi wanita dalam naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet.









1.2  Rumusan Masalah
1.   Apa itu pendekatan feminisme?
2. Bagaimana aplikasi pendekatan feminisme pada naskah drama Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Dapat mengetahui pendekatan feminism
2.      Dapat mengetahui analisis pendekatan feminisme dari naskah drama Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet

1.4  Manfaat Penulisan
Mengetahui analisis pendekatan feminism pada naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendekatan Feminisme
            Dalam kebanyakan cerita fiksi kedudukan tokoh perempuan sering diperlakukan, dipandang, atau diposisikan lebih rendah dari tokoh laki-laki. Tokoh perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan kesempatan lain yang sama pada berbagai hal dalam aspek kehidupan. Kedaan semacam itu pada karya sastra secara umum dipandang mencerminkan keadaan kehidupan nyata dimana perempuan juga dianggap berposisi lebih rendah. Masyarakat menganggap bahwa hal tersebut sudah semestinya begitu. Hal itu karena masyarakat beranggapan bahwa kodrat wanita berada dibawah laki-laki. Keadaan itu menyebabkan perempuan menggugat karena merasa diperlakukan tidak adil. Mereka mempertanyakan apa yang menyebabka perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Benarkah keadaan itu memang karena kodrat atau kondisi tersebut sekadar buatan masyarakat, khususnya budaya patriarki yang dikuasai oleh kaum laki-laki. Keadaan tersebut menyebabkan munculnya gerakan atau paham feminisme sebagai bagian dari kajian sastra dan budaya tahun 1970-an (Ryan,2011:179) dalam buku (Teori Pengkajian Fiksi, Burhan Nurgiyantoro, 2013:108).
            Pendakatan feminisme adalah suatu pendekatan yang mendasarkan kajian pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan. Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2004) dalam Bahan ( Ajar Prosa Fiksi 2016).
            Permasalahan feminisme dalam kajian kesusastraan. Persoalan yang mengemuka adalah bagaimana penerapan gerakan feminisme tersebut dalam kajian berbagai teks kesastraan. Hal ini yang kemudian muncul istilah kritik sastra feminisme. Pada intinya kritik sastra feminis meneliti citra dan pandangan perempuan di tengah budaya patriarki, baik perempuan sebagai tokoh dalam sebuah karya sastra maupun sebagai pengarang. Cara memperlakukan seorang tokoh perempuan dalam cerita fiksi antara yang ditulis oleh pengarang laki-laki dan perempuan. Pengarang perempuan tentunya cenderung lebih teliti jika menceritakan hal-hal yang terkait dengan dunia perempuan karena ia sendiri juga mengalaminya. Mereka tentu juga lebih teliti untuk melihat perlakuan yang tidak adil yang muncul dalam aspek kehidupan. Adapun pengertian pendekatan feminism secara sederhana adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus dengan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan manusia.
            Gerakan feminisme menggugat ketidakadilan gender yang menyubordinasikan perempuan. Untuk itu tujuan kajian kesastraan itu, Tyson (2006:119-120) mengemukakan adanya sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan pemandu kegiatan, dan beberapa di antaranya ditunjukkan sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah penerapan konsep patriarkat dalam sebuah teks kesastraan, misalnya yang menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial dan psikologi? Bagaimanakah tokoh perempuan dicitrakan dan bagaimana kaitannya dengan isu gender yang ada ketika karya itu ditulis? Apakah karya itu menegaskan kuatnya ideologi patriarkat atau sebaliknya menggugatnya?
2.      Bagaimanakah karya itu menerapkan konsep gender? Bagaimana konsep feminitas dan maskulinitas dilukiskan? Apakah karakter tokoh memperlihatkan kesesuaiannya dengan jenis kelaminnya? Bagaimanakah teks menyikapi masalah gender, misalnya apakah menerima, mempertanyakan, atau menolak pandangan tradisional tenaga gender?
3.      Apakah karya itu menunjukkan penolakkan gerakan feminisme terhadap patriarkat dunia yang terlihat pada aspek ekonomi, politik, sosial, dan psikologi?
4.      Apakah  karya itu  menunjukkan sejarah penerimaan masyarakat/kritik terhadap menerapkan budaya patriarkat?
5.      Apakah karya itu menunjukkan kreativitas perempuan (untuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan data biografis pengarang dan budaya yang melingkupinya).












BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis
Naskah drama ini menceritakan tentang sebuah kisah yang bermula Jamilah seorang pelacur yang menyerahkan diri ke kantor polisi karena telah membunuh seorang menteri dan anaknya. Kehidupan jamilah sangat rumit dan pahit. Sejak kecil ia telah digadaikan bapaknya pada mucikari untuk dijadikan PSK. Tidak terima akan hal tersebut ibu Jamilah menculik dan dibawanya untuk dititipkan disuatu keluarga yang terdidik dan terhormat berharap Jamilah kelak menjadi anak yang tumbuh dengan baik dan bernasib baik. Namun sayang ekspektasi tak sejalan dengan realita. Dalam keluarga tersebut Jamila seperti budak dan setiap malam digerayangi oleh dua laki-laki dirumah tersebut. Hingga yang terus menyakitkan membuat Jamilah membunuh menteri itu.
            Berharap kehidupan yang lebih baik Jamilah ingin menjadi TKI namun keterbatasan pendidikan membuatnya kembali jatuh ke lembah hitam yang bahkan tidak manusiawi sama sekali. Dimana anak-anak belia dijajakan dan dipaksa minum narkoba agar tubuhnya dapat dieksploitasi pihak-pihak tertentu. Kehidupan Jamilah semakin terpuruk ia harus dicaci, dihina dan direndahkan dalam seluruh perjalanan hidupnya. Hal tersebut sangat membekas dan menyakiti Jamilah hingga menimbulkan depresi dan trauma tersendiri. Hingga diakhir hayatnya saat akan dijatuhi hukuman mati, permintaan terakhir jamilah tidak bertemu dengan keluarga ataupun orangtuanya. Namun, dengan presiden dan ulama besar. Jamila menanyakan dimana mereka yang menyampaikan tentang kehidupan langit, yang lebih senang membicarakan tentang kesucian dimuka umum sedangkan tidak pernah terjun langsung menghadapi kenyataan hidup seperti yang dialami Jamilah yang sama sekali tidak dapat ia pilih. Dan bertanya kepada presiden dimana letak keadilan sesungguhnya. Permintaan terakhir Jamilah ini tentu mengundang reaksi yang sangat besar bagi masyarakat.
3.2 Analisis Drama dengan Pendekatan Feminisme
Dalam mengkaji drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet ditemukan berbagai data dalam proses analisisnya. Antara lain sebagai berikut :
1.      Penulis secara tidak langsung mengkritisi kehidupan saat ini. Dimana prostitusi dan pelacur Pelacur dikecam sebagai sesuatu yang sangat hina.  Pencari nafkah dengan cara tidak bermoral. Setiap hal ini menjadi sorotan publik perempuanlah yang dijadikan alasan dibalik masalah ini. Perempuan dianggap tidak memiliki harga diri dan penyebab masalah tersebut. Masyarakat tidak mau menyalahkan laki-laki yang dengan adanya prostitusi tersebut adalah tempat pemuas hasrat laki-laki. Masalah ini terus menyudutkan perempuan hingga akhirnya dunia berpikir bahwa perempuanlah yang harus menutup dirinya rapat-rapat,tanpa melihat alasan dibalik hal itu terjadi . tidak ada perempuan yang ingin terlahir sebagai pelacur. Seluruh anak lahir dalam keadaan suci ironisnya sebuah kelahiran yang suci yang didalamnya diiringi doa-doa diberi nama yang mengndung harapan cerah nan suci harus dinodai, dengan ketidakmampuan ekonomi, iman yang tipis dan pendidikan minim membuat orang tua menodai kelahiran anaknya untuk dijadikan pelacur sebagai jalan pintas agar membuatnya kaya. Dan disaat itu pemerintah, ulama, dan masyarakat hanya menyalahkan satu pihak saja yaitu wanita mengapa wanita tidak memilih jalan yang terang. Padahal tidak ada satu wanitapun yang terlahir menjadi pelacur. Pelacur sekalipun tidak pernah menginginkan hal tersebut. Namun apa boleh buat jika hal tersebut sudah seperti takdir yang tidak bisa dihapuskan. Wanita tidak dapat memilih jalan hidupnya sendiri dan harus disalahkan saat terajadi hal yang tidak diinginkan.
Bukti kutipan :
JAMILA  
Di kampung halamanku  -menggadaikan seorang anak perempuan pada saat mereka masih bayi merah  -   bukan dongeng Pak Kiyai  – tapi realita. 
                        BAPAK KIYAI     
                        Astagfirullah hallazim
                        JAMILA
Itu budaya perbudakan yang lahir dari kemiskinan pak Kiyai. Lahir dari                        kebodohan  -  dan lemahnya iman
                        JAMILA 2 
Perbudakan yang sacral. Yang dihormati-hormati dengan upacara. Didandani dengan kembang  setaman dan  mantera-mantera, dicampur aduk dengan doa-doa   dan salawat Nabi. 
BAPAK KIYAI  
                        Astagfirullah hallazim
                        JAMILA 2      
Tidak satupun yang  bangkit mengutuknya –  Tidak Pemerintah, tidak masyarakat setempat, 
                        Termasuk para ulama seperti Bapak …..
                        JAMILA 2      
Bapak  lebih suka menjadi politikus.  Menjadi  bintang televisi,  Berceramah tentang langit .....   Tentang hal-hal yang sama sekali tidak menyentuh persoalan kami .....  
                        JAMILA 2  
Aku mendengar kalian dengan lantang menyerukan agar orang-orang  menjauhkan  diri dari hal-hal yang maksiat .... Kemaksiatan yang seperti apa Pak Kiyai .... 
(MENGGERUTU)
Aku hanya seorang pelacur  di tengah pentas pelacuran politik yang sedang kalian bangun di muka-bumi ini  .... Membunuh seorang Jamila tidak akan mematikan peradaban yang sudah terlanjur kalian bangun  dengan tangan-tangan kotor Dengan kemunafikan –  Dengan nama Allah – kalian menyerukan  agar orang-orang  menghindari pertikaian  dan kebencian –  di tengah dunia dimana kalian meletakkan agama sebagai sesuatu yang menakutkan –   Sah untuk saling  membenci dan saling membunuh. Sah menyalakan api peperangan  dan menerima kemiskinan sebagai nasib tanpa akhir. 
2.      Pada naskah drama ini digambarkan wanita sangat direndahkan bahkan oleh orangtuanya sendiri. Ada budaya menjual anak perempuan sejak umur 2th sejak si anak tersebut belum memiliki dosa dan bahkan belum mampu memilih jalan hidupnya, orang tuanya lah yang telah menjadikan ia pelacur dan digadaikan pada mucikari sejak kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang ingin menyampaikan begitu ditindasnya kaum wanita. Selain itu pada naskah ini disebutkan saat yang ibu menitipkan tokoh pada keluarga yang dianggap baik, berbobot, berpangkat justru anak tersebut digerayanginya oleh sang suami dan anak laki-laki setiap malam sebagai pemuas nafsu birahinya. Gambaran merendahkan wanita semakin lekat saat tokoh utama hamil yang disalahkan adalah tokoh tersebut. Tidak berhenti disana sang tokoh wanita bahkan dihina, dicaci maki, diperlakukan seperti sampah saat dosa yang ia bawa adalah dosa yang tak pernah ia harapan. Seperti takdir bahwa wanita itu selalu rendah. Hingga lari ke tempat perlindunganpun masih harus membawa dosa yang seakan tak bisa terlepas.

Bukti kutipan :
IBU WARDIMAN (OS) 
Ayahmu – menjualmu ke mucikari,  saat kamu masih ingusan.Dalam keadaan sekarat Ibumu menculikmu  dari mucikari itu dan mengantarmu kemari  supaya kamu aman.  Di rumah keluarga terhormat seperti di rumah ini  dia berharap kamu akan tumbuh sehat.  Dan apa yang kamu lakukan?  Kamu seolah ditakdirkan untuk jadi pelacur.
IBU WARDIMAN     
Ibu hanya memintamu menyebut satu  nama Jamila. Bapak Wardiman  atau Hendra putra Ibu. Hanya dengan begitu Ibu punya sesuatu  untuk memembelamu. Kamu malah berkeras mengunci mulut.
3.      Dalam naskah ini dituliskan betapa tidak berdayanya wanita melawan kebodohan. Dimana saat wanita            ingin mengubah jalan hidup ke jalan yang baik harus terhalang akan pendidikan. Pendidikan yang tak memadahi membuat wanita tidak bisa berkutik. Penulis sangat emosional menuliskan dimana saat tokoh ingin merubah nasib justru dijerumuskan ke jalan sesat bahkan masih berusia belia harus menjadi usia yang dewasa sebelum waktunya untuk dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Bahkan alat Negara yang menjadi peindung turut menindas.

Bukti kutipan  :
JAMILA 1  
Tidak. Itu bukan fitnah.  Tuti berdiri di balik pohon-pohon itu  -  kaku dan  ketakutan – menonton 3 petugas memperkosa Dinda,  lalu menghabisi nyawanya dengan enteng.
Para petugas tampak terperangah dan surut. Mereka mulai Kehilangan wibawanya dan jamila 1 mulai mengambil alih Panggung, mengejar petugas 2 yang tampak paling kebingungan.  
JAMILA  1 
Setiap malam gadis-gadis di Pondok Sari itu dipaksa membeli sabu-sabu, dan menghisapnya sampai tuntas Supaya kalian bisa goyang sampai pagi.  Supaya kalian bisa melahap sepuluh laki-laki  dalam satu malam.  Supaya kalian cepat kaya, lalu keluar dari hutan sialan ini dengan sekoper uang.  Dinda lebih cerdas dari yang lain.  Dia tidak menghisap sabu-sabu yang wajib dihisapnya,  Dia menolak hadiah paket gratis.  Takut kecerdasan Dinda menular ke yang lain,  dia lalu dibunuh dibunuh dengan keji.                                                                
4.      Dalam naskah ini ditunjukan ada titik dimana wanita tidak dapat berbuat apa-apa tapi masih berani melakukan perlawanan yang menyudutkan lawan. Penulis disini menyampaikan bahwa wanita yang tertindas dan menanggung dosa yang tak semestinya ditanggung justru adalah suatu kebenaran. Tokoh utama disini mampu membalikkan keadaan saat ia disudutkan ia mampu membalikkan posisi dimana seharusnya pertanggungjawaban yang sebenarnya. Bagaiama ulama yang hanya membicarakan soal langit. Politikus dan pemerintah yang bahkan sama sekali tak memerdulikan keberadaan suatu kaum yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara. Penulis juga menuliskan hal yang dianggap hina ternyata bukan saja salah wanita. Kenyataannya lelaki juga tergiur akan wanita yang bahkan dihinanya. Hal ini membuktikan penulis menyampaikan bahwa serendah-rendahnya wanita tidak serta merta disalahkan.

Bukti kutipan :
Jamila - 2 tiba-tiba mengubah posisinya menjadi terlentang, dan Mengangkat salah satu kakinya tinggi-tinggi, membuat baju Tahanannya tersingkap hingga ke pangkal paha.  Beberapa saat si polisi penjara terperangah melihat paha jamila 2 yang mulus, sambil berpaling, ia menegur jamila agar Menurunkan kakinya.  
Polisi penjara 1   
Turunkan kaki kamu jamila.  
Jamila 2  tidak mematuhi teguran polisi penjara. Dia malah Mengulangi kelakuanya dengan menaikkan kakinya yang lain. Polisi penjara menjadi marah. Dia menghampiri jamila 2, dengan Menegurnya, keras.  
Polisi penjara 1   
Hei jamila!  Turunkan kaki kamu itu! 
Merasa sukses jamila 2 tertawa. Ia membalik tubuhnya cepat,
Lalu mengejek polisi penjara.
Jamila 2     
Kenapa ? Terangsang? Jangan liat!
Polisi penjara 1  
Dasar pelacur! (menggerutu)
5.      Tidak dapat dipungkiri bahwa wanita dalam kehidupan nyata memiliki kasta atau derajat yang berbeda, demikian dalam naskah tersebut. Berbagai tingkat kasta wanita hadir mewarnai naskah drama ini. Masing-masing memiliki gaya, karakter dan perannya masing-masing. Ada wanita yang agung dan diagungkan, adapula wanita yang rendah dan direndahkan. Hal ini membawa warna sendiri dalam naskah drama ini.
Bukti kutipan :
IBU WARDIMAN  
Suruh perempuan itu berhenti !!  Ngajinya itu membuat telinga Ibu serasa terbakar. 
JAMILA 1     
Kesucian seperti apa Bu ?   Harga diri yang bagaimana ?  
BU RIA     
Ooooo .... Dan kamu bangga?   Apa yang kamu banggakan Mila ?  Menjadi sorotan dimana-mana ?  Menjadi berita utama di Koran-koran …. 
ISTRI PEJABAT 1  
Kamu akan mati perempuan kotor, kamu akan mati.
BU DARNO  
Pergi kemana ?  Memulai kehidupan yang bersih? Takdirmu pelacur Jamila  dan akan selalu begitu. 


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pengkajian naskah drama “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet dengan pendekatan feminisme dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1.      Dalam kasus tertentu, khususnya prostitusi, wanitalah adalah obyek yang disalahkan. Tanpa melihat alasan dan realita didalamnya. Pelacur dianggap sebagai sampah masyarakat. Sedangkan disis lain hal tersebut sudah menjadi budaya yang dianggap wajar bagi sebagian kelompok masyarakat.
2.      Dalam perlawanan kaum wanita yang tak mau bahwa selalu kaumnya yang direndahkan terhadap kaum yang dianggap penguasa.
3.      Jika selama ini pelacur dianggap hal yang hina hal ini didekontruksi bahwa itu adalah salah pemerintah yang tidak sanggup memberikan pendidikan, dan layanan pada masyarakatnya secara maksimal hingga mereka memilih jalan instan dalam menangani hal tersebut.
4.      Naskah ini menunjukan bagaimana keprihatinan penulis pada fakta yang terjadi dalam masyarakat saat ini. Dimana saat ini wanita selalu menjadi obyek kesalahan dan lelaki perbuatan lelaki sebagai sesuatu yang dapat dimengerti.
5.      Naskah ini dibuat dengan kreativitas yang tinggi, karena potret didalamnya digambarkan dengan nyata dan jika dikaitkan dengan hal-hal diluar naskah memang benar terjadi. Menurut penelusuran sebelum membuat naskah ini penulis telah melakukan berbagai penelitian. Sehingga dapat dikatakan naskah drama ini merupakan cerminan kehidupan sebenarnya.
4.2 Saran
Di dalam menyusun makalah ini, penulis tentu masih banyak kekurangan. Dan penulis berharap pembaca dapat mengambil sesuatu yang positif dan bermanfaat dari pembahasan naskah drama yang berjudul “Pelacur dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet dengan pendekatan feminisme. Untuk itu dibutuhkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca maupun peneliti yang lain. Untuk kedepannya, diharapkan muncul peneliti lain yang dapat menganalisis naskah ini dengan gaya dan pendekatan yang lebih mendalam dan mutakhir lagi.



Daftar Pustaka

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Jogjakarta : UGM Press
xxx. 2016. Bahan Ajar Prosa Fiksi. Semarang : Unnes Press
Mohamad, TT. Teori Drama dan Penerapannya 2. Jakarta : Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Legenda Tangkuban Perahu

  Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...