A.
Pengertian Ketoprak
Hampir sama
dengan ludruk, ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh
sebuah grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita
dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak.
Ketoprak muncul pada tahun ± 1922 pada masa Mangkunegaran. Kesenian ini
diiringi musik dari gamelan yang berupa lesung, alu, kendang dan seruling.
Karena cerita atau pantun-pantunnya merupakan sindiran kepada Pemerintah atau
Kerajaan maka kesenian ketoprak ini dilarang. Namun kesenian rakyat ini
akhirnya tetap berkembang di pedesaan/ pesisiran. Setelah sampai di Yogyakarta
ketoprak disempurnakan dengan iringan gamelan Jawa lengkap dengan tema
ceritanya mengambil babad sejarah, cerita rakyat atau kerajaan sendiri.
Ketoprak ini dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan keperluan ceritanya.
Adapun ciri
khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam
sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita
legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi
tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita):
Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi
melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.
B.
Sejarah Ketoprak
Ketoprak adalah satu dari puluhan
kesenian tradisional yang masih dapat bertahan hingga sekarang. Kesenian ini
lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Jogja pada
sekitar tahun 1950an.
Ketoprak merupakan teater rakyat
yang paling populer di Jawa tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur.
Masyarakat Jawa Tengah/Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah
Ketoprak menjadi satu dalam kehidupan masyarakat di Jawa tengah dan mengalahkan
kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.
Ketoprak pada mulanya
hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan
menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog.
Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan bersama dengan orang
kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang,
terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar
tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan
Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap.
Ketoprak pertama yang
secara resmi dipertunjukan di depan umum, ialah Ketoprak Wreksotomo, yang
dibentuk oleh Ki Wisangkoro, dengan pemain semuanya pria. Cerita yang
dipentaskan masih sangat sederhana yaitu dengan cerita : Warso - Warsi, Kendono
Gendini, Darmo - Darmi, dan lain sebagainya.
Setelah itu perkembangan Ketoprak sangat maju dan digemari oleh masyarakat,
terutama berkembang di daerah Yogyakarta. Perkembangan Ketoprak yang dimulai
dari pertunjukan permainan lesung. Kemudian menjadi pertunjukan Ketoprak
lengkap dengan cerita dan gamelan yang mengiringi, serta pengaruh - pengaruh
teater bangsawan yang menyelinap ke tubuh pertunjukan Ketoprak.
Yang banyak dibicarakan adalah Ketoprak panggung yang sampai sekarang masih
dapat disaksikan dibeberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur. Ketoprak yang
pada mulanya kesenian rakyat yang dipertunjukan di alam terbuka dengan tidak
menggunakan perlengkapan dan panggung, tetapi pada perkembangannya justru
dipentaskan dipanggunng dalam gedung, yang dengan sendirinya mengarah ke
pertunjukan yang profesional, dimana para pemainnya hidup dari bermain Ketoprak
dan para penontonnya membayar karcis. Hingga pertunjukan Ketoprak diusahakan
agar lebih menarik para penonton baik dari segi teknis, maupun cerita-cerita
yang dihidangkan agar tidak membosankan para penonton. Perkembangan terakhir
dapat dilihat pada Ketoprak "Siswo Budoyo" Tulung Agung, Jawa timur
yang berkembang pesat, penuh pembaruan teknis, dengan daya tarik yang memikat
dan digemari masyarakat.
Cerita-cerita yang dihidangkan dalam Ketoprak Panggung ini sangat bervariasi,
dari cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah dan bahkan cerita-cerita
dari luar yang diadaptasikan dalam suasana Indonesia, misalnya karya
Shakespeare : Pangeran Hamlet atau Sampek Eng Tay. Dimulai dari cerita
sederhana, seperti : Darmo - Darmi, Warso Warsi, Kendono, Gendini, Abdul
Semararupi (cerita Menak), Panji Asmorobangun, Klana Sewandono (cerita Panji),
Ande - ande Lumut, Angling Darmo, Roro Mendut, Damarwulan, Ronggolawe, Joko
Bodo, dan lain sebagainya.
Cerita yang paling digemari adalah cerita yang bersifat kepahlawanan,
perjuangan ke arah yang benar, dan menentang penindasan sewenang - wenang dan
di akhiri bagi yang benar, jujur dan baik.
Pakaian (kostum) para pemain disesuaikan dengan cerita yang dibawakan, sesuai
dengan kostum yang dipakai saat itu. Umumnya cerita ketoprak adalah pakaian
resmi yang digunakan masyarakat waktu itu. Misalnya Pangeran Wiroguna, kostum
yang dipakai adalah kostum resmi seorang pangeran daerah Jawa, begitu juga
kostum yang digunakan prajurit . Namun ada juga kostum yang dibuat khusus yang
bermakna simbolis dalam cerita, misalnya lewat warna simbolis pakaian yang
digunakan. Misalnya tokoh bijaksana warna pakaian hitam, tokoh suci warna
pakaiannya putih, sedangkan tokoh pemberani warna pakaiannya merah dan
sebagainya. Kostum cerita-cerita sejarah Jawa, misalnya memakai pakaian
kejawen. Untuk cerita seribu satu malam, pakaian yang digunakan banyak yang
berkilauan, seperti sutra. Kostum semacam ini biasanya digunakan untuk yang
disebut gaya 'mesiran' dan ini sangat populer dan menarik perhaian para
penontonnya. Kostum yang dipakai oleh Wayang orang pun mempengaruhi kostum
Ketoprak, terutama Ketoprak pesisran sebelah utara Jawa. Hal ini dapat di lihat
pada cerita Angling Darmo, Menak Jinggo/Damarwulan.
Disamping itu belakangan muncul apa yang dinamakan pakaian basahan, yaitu
semacam pakaian kejawen tetapi dicampur dengan lainnya, yaitu terdiri dari kain
batik, baju beskap dan serban (sering juga dengan jubah). Pakaian basahan ini
dipakai dalam cerita Menak atau cerita para wali. Jika tidak dengan jubah
pakaian tersebut mirip dengan pakaian abdi golongan ulama di dalam istana raja.
Alat ekspresi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak yang merupakan
ciri-ciri Ketoprak adalah adanya unsur/elemen : cerita yang dimainkan, tabuhan
(gamelan) yang mengiringi, tembang (nyayian) yang digunakan, tarian (gerak-gerak
indah yang dipergunakan), busana/pakaian (Kostum).
Seperti umumnya teater tradisi di Indonesia selalu menggunkan media ungkap laku
dan dialog, gerak dengan tarinya, suara dan bunyi (musik) yang mengiringi,
suara disini dengan tembang (nyanyian/menyanyi) semuanya diungkapkan secara
terpadu dan digunakan semuanya. Pertunjukan Ketoprak yang masih mengikuti pakem
dan pola lama dalam menyajikan cerita, Ketoprak tersebut selalu menggunakan
tembang (nyanyi) dan tari disamping selalu menggunakan iringan musik (gamelan).
Tembang merupakan salah satu ciri Ketoprak lama dan sering juga dalam berdialog
menggunakan tembang. Oleh karena itu tembang mempunyai fungsi sebagia pengiring
adegan, untuk berdialog, untuk monolog (berbicara sendiri) dan/atau sebagai
penjeritaan (narasi).
Sedangkan musik (gamelan) disamping mengiringi tembang, juga dapat berdiri
sendiri, berfungsi sebagai : pengiring adegan, ilustrasi penggambaran suasana
cerita, memberi tekanan dramatik, penyekat adegan yang satu dengan yang lain,
digunakan untuk menimbulkan efek suara yang dikehendaki.
Peralatan musik tradisi digunakan yang paling sederhana ialah : Kendang, saron,
ketuk, kenong, kempul dan gong bumbung atau gong kemada. Sedangkan apabila
lengkap digunakan gamelan biasa dengan tambahannya suling atau terbang. Hal ini
mengingatkan kita bahwa pada saat Ketoprak masih dalam mula perkembangannya,
yaitu saat Ketoprak Lesung, perlengkapan musik tradisi yang digunakan adalah :
lesung, kendang, suling dan terbang, ditambah keprak.
Ketoprak menggunakan tembang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan
ekspresinya. Oleh karena itu pemain ketoprak diharapkan tidak hanya pandai
berakting saja tetapi juga harus pandai bernyanyi dan menari. untuk pemain
gamelan, perlu adanya sinden (waranggono) apabila diperlukan untuk menimbulkan
suasana. Penyanyi yang khusus untuk mengiringi gamelan dalam pertunjukan
Ketoprak.
Dalam permainan ketoprak masalah bahasa atau cara menyampaikan bahasa tersebut,
sangat memperoleh perhatian. Meskipun yang digunakan bahasa Jawa namun harus
diperhitungkan masalah "unggah-ungguh" bahasa. Dalam bahasa Jawa ada
tingkat-tingkat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa biasa (sehari-hari),
kemudian ada bahasa kromo (untuk yang lebih tinggi) dan ada bahasa kromo inggil
(untuk tingkatan yang lebih tinggi). Bahasapun harus diperhatikan, yaitu apa
yang disebut bahasa ketoprak, bahasa halus yang spesifik. Dalam berdialog perlu
sangat diperhatikan. Apabila pertunjukan akan menggunakan bahasa Indonesia,
harus dipikirkan bahasa yang cocok dengan bahasa ketoprak, meskipun dengan
bahasa Indonesia.
C. Perubahan
Ketoprak dari Waktu ke waktu
Di dalam
sejarah, perubahan bentuk kesenian ketoprak itu sendiri terbagi menjadi
beberapa istilah seperti berikut :
1. Ketoprak gejog/lesung (1887 - 1908)
Asal mula ketoprak ini terwujud dari permainan para pemuda di dusun yang sedang
bermain sambil diiringi irama lesung pada saat bulanpurnama. Namun kebiasaan
tersebut kini menjadi salah satu budaya dan salah satu seni drama tradisional
kuno. Alat musik yang digunakan pada awalnya hanya sebuah gejog (lesung) dengan
di iringi beberapa lelagon dolanan (nyanyian pedesaan) di antaranya lagu
ILIR-ILIR, JAMURAN, IJO-IJO dll. Ketoprak yang masih menggunakan iringan lesung
tergelar sekitar tahun 1887 dan lakon yang di tampilan hanya bercerita tentang
seputar kehidupan di pedesaan
2. Ketoprak Wreksadiningrat (1908 - 1925)
K.R.M.T.H Wreksadiningrat seorang abdi dalem Bupati Nayaka di Surakarta
Hadiningrat melihat ada kandungan seni yang sangat bagus di dalam ketoprak
tersebut, hal itu menggugah hatinya untuk mengangkat tontonan ketoprak menjadi
salah satu bagian dari kesenian keraton. Dari situlah ketoprak mengalami
pertama kali perubahan, semula hanya di iringi musik lesung kemudian iringanpun
di tambah dengan kendang seruling dan terbang, nyanyian yang semula hanya
lelagon dolanan akhirnya di tambah dengan sekar alit (macapat) dan sekar
tengahan di antaranya MIJIL PAMULAR. PUCUNG BUPLAK. GAMBUH dll. Lakon yang di
tampilkan mulai mengambil cerita-cerita berbau dongeng seperti JAKA BODO, WARSA
WRASI, JAKA KUSNUN dll. Perkembangan ketoprak mampu menarik perhatian kalangan
keraton. Hal itu terbukti dengan banyaknya kerandah dalem (orang dalam keraton)
yang berminat mementaskan untuk beraneka macam acara yang di adakan oleh
kerandah dalem, bahkan Susuhunan Mangku Negara sendiri tidak jarang menampilkan
ketoprak Wreksadiningrat. Tidak di ketahui dengan jelas apa penyebab bubarnya
ketoprak Wreksadiningrat, ada kemungkinan usia tua K.R.M.T.H Wreksadiningrat
yang menyebabkan ketoprak tersebut sejak tahun 1925 sudah tidak pernah
menggelar pementasan lagi.
3. Ketoprak Wreksatama (1925 – 1927)
Kemudian pada tahun 1925 di kampung Madyataman Surakarta berdiri grup ketoprak
baru dengan nama ketoprak Wreksatama yang di dirikan oleh Ki Wisangkara bekas
anggota ketoprak Wreksadiningrat. Di bawah kepemimpinan Ki Wisangkara ketoprak
juga mengalami perubahan, musik iringan model Wreksadiningrat oleh ketoprak
Wreksatama di perlengkap lagi dengan saron, biola, gitar, mandolin, kenong, kempul,
gong. Nyanyian tetap seperti ketoprak Wreksadiningrat, tetapi lakon yang di
tampilkan berubah, Ki Wisangkara sudah berani menampilkan lakon-lakon babad di
antaranya cerita panji, ajisaka dan beberapa cerita-cerita berlatar belakang
jaman kerajaan. Mungkin karena Ki Wisangkara terlalu berani menampilkan cerita
dan pantun-pantun yang berisi sindirian kepada pemerintah atau keraton yang di
kawatirkan bisa mengurangi kewibawaan kalangan keraton maka kesenian ketoprak
ini akhirnya dilarang.
4. Ketoprak Krida Madya Utama (1927 – 1930)
Karena kesenian tersebut asalnya merupakan kesenian rakyat maka walaupun di
larang akhirnya ketoprak tetap berkembang di daerah pedesaan atau pesisiran di
Jawa Tengah sampai munculah ketoprak professional dengan nama Krida Madya
Utama. Sebagai pendiri ketoprak tersebut adalah Ki Jagatrunarsa dan Ki Citra
Yahman. Di karenakan Krida Madya Utama adalah ketoprak professional yang
keberlangsungan hidupnya tergantung kepada penonton maka ketoprak Krida Madya
Utama akhirnya njajah desa milang kori (berpindah pindah tempat) sampi ke
daerah Yogyakarta . Mulai saat itu ketoprak menjadi terkenal dan bisa
mengungguli kesenian lainnya, seperti Srandul, EMprak dll.
5. Ketoprak Gardanela (1930 – 1955)
Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak lebih di sempurnakan lagi dengan iringan
gamelan jawa lengkap laras pelog, tema ceritanya mengambil babad dan sejarah
dengan catatan kostum yang di pakai untuk pementasan tidak di perbolehkan
menyamai aslinya “pakaian kebesaran keraton”. Menurut tulisan karya mendiang
W.S Rendra masa-masa itu di sebut Jaman ketoprak GARDANELA karena ketoprak pada
waktu itu sudah mulai berkreasi menggarap cerita-cerita luar negeri seperti
Sampek Engtay, Johar Manik, Jenderal Sie Jien Kwie.
6. Ketoprak moderen (1955 – 1958)
Pada tahun 1955 ketoprak professional/tobongan benar-benar menjamur, banyak
grup ketoprak bersaing dalam berbagai hal terutama tentang kreasi cerita dan
pementasan, sehingga pada masa itu banyak grup ketoprak yangmenambahkan sebuah
kalimat di depan nama grupnya dengan kata moderen, misalnya KETOPRAK MODEREN
KRIDO MARDI. KETOPRAK MODEREN S 3 MAREM dll.
7. Ketoprak Gaya Baru (1958 – 1987)
Bagaikan sebuah perlombaan yang akhirnya di menangkan oleh Ki Siswondo Harjo
Suwito pada tahun 1958 ketoprak Siswo Budoyo dengan terobosan yang spektakuler
berhasil menggulingkan ketoprak Moderen dan menggantikannya menjadi ketoprak
Gaya B aru Siswo Budoyo Tulungagung.
Beberapa jenis ketoprak antara lain :
1. Ketoprak Lesung, ciri-cirinya antara lain :
• Alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak ini terdiri dari lesung, kendang,
terbang dan seruling
• Ceritera yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada
kehidupan sehari-hari
• Kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari hari sebagai penduduk
pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.
• Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang,
yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik.
Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana.
• Menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk
lingkaran.
• Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan
berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan
lampu.
• Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak
Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.
2. Ketoprak Gamelan
• Merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi
pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak berubah, yaitu sebagai hiburan bagi
masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan penerangan dari
pemerintah kepada mereka.
• Cerita yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari
cerita babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa.
• Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34
orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang.
• Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam
• Para aktor biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang.
Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan
dari inti dan ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lain-lain
permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi.
• Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog
dan slendro, atau slendro saja.
• Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar
belakang) yang bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di
hutan, di kraton dan lain-lain).
• Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih
dahulu pertunjukan extra berupa tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan
ceritera yang akan dimainkan
Kesenian ketoprak yang dahulu menjadi primadona kini, dari hari ke hari,
semakin memudar. Masuknya kebudayaan baru dan teknologi yang modern, serta
peran orang tua sekarang yang jarang sekali memberikan pendidikan kebudayaan
terhadap anak didiknya mempengaruhi proses pelestarian kebudayaan. Terjadi
perubahan pandangan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kesenian
ketoprak yang dahulu sangat popular. Saat ini, kesenian ketoprak dianggap
sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman, kuno, tontonan orang tua, dsb. sehingga
membuat generasi muda merasa enggan serta gengsi untuk menyaksikannya.
Banyaknya variasi hiburan yang lebih “modern” mengalihkan perhatian generasi
muda dari warisan kebudayaannya.
Globalisasi menjadi faktor pendorong yang memudahkan kita untuk mengetahui
segala informasi “modern” yang terjadi di dunia. Gejala yang juga menonjol
sebagai dampak dari globalisasi informasi adalah terjadinya perubahan budaya
dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi
masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju
pluralisme nilai dan norma sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengubah dunia secara mendasar. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah
kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia
secara menyeluruh.
Pementasan kesenian ketoprak yang lebih modern pun pernah dilakukan. Hal ini
terbukti dengan adanya program televisi “Ketoprak Humor” di televisi. Ketoprak
Humor merupakan suatu program kesenian televisi yang hadir pertama kali di
stasiun televisi TVRI pada akhir 90an atas bentukan mantan Menteri Tenega Kerja
dan Transmigrasi Indonesia, Erman Suparno. Setelah itu, nama Ketoprak Humor
semakin berkibar sejak tayang di stasiun telvisi RCTI mulai 1998.
Antusiasme masyarakat terhadap program kesenian inipun dapat dibilang tinggi.
Hal ini terbukti dengan dinobatkannya program kesenian Ketoprak Humor sebagai
Program Kesenian Tradisional Paling populer di ajang Panasonic Awards, tiga
kali berturut-turut yaitu tahun 200, 2001, dan 2002. Program kesenian ini
sangat memegang teguh nilai kebudayaan yang terkandung dalam setiap cerita yang
dilakoni. Pada saat permintaan pasar yang menginginkan program ini menjadi
program yang hanya mengedepankan sisi humor saja, sang sutradara Aries Mukadi
memilih untuk menolaknya.
Menurut Aries, meskipun Ketoprak Humor dikemas jenaka, tetap ada pakem-pakem
yang harus dipertahankan. Misalnya saja dari unsur cerita harus dibuat serius,
ada alur, disesuaikan dengan fakta sejarah, dan tidak boleh menyimpang. “Konsep
ketoprak itu kan kesenian tradisi, ada cerita, tokoh, pakaiannya, yah itulah.
Kayak sopan santunnya masih dipertahankan, kalau guyon-guyon begitu saja kan
nggak boleh. Nggak boleh ada tempelengan, tapi sopan santun,” ujarnya.
Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak
membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan
ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang
sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta. Ketoprak
Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada.
Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang
menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara
santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini
menjadi sangat segar, lucu dan menarik.
Hal ini seperti yang terlihat dalam pementasan “Cecak Nguntal Cagak (Cicak
Makan Tiang)“ yang dimainkan oleh Komunitas Ketoprak Ringkes Tjap Tjontong di
Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (30/1), siapapun akan sepakat
menyatakan bahwa pementasan tersebut berlangsung sangat sukses. Gedung konser
yang berkapasitas sekitar 1000 kursi terisi penuh tanpa sisa, sementara puluhan
penonton yang tidak kebagian tempat duduk rela duduk lesehan beralas tikar dan
koran didepan panggung. Pementasan yang berdurasi sekitar 2,5 jam juga
berlangsung sangat interaktif. Celotehan penonton terhadap adegan-adegan yang
dianggap menjenuhkan ditanggapi para pemain dengan dialog-dialog yang mampu
memancing tawa.
Cicak Nguntal Cagak berkisah tentang karut marut hukum yang berlaku di kerajaan
“Regul Bawana” yang dipimpin oleh Raja Kasmala Nagara. Raja yang setiap hari
pekerjaannya hanya menjaga citra dan terlalu yakin dengan kekuasaannya karena
merasa segala kebijakannya didukung rakyat ini justru didemo oleh rakyatnya
akibat banyaknya kasus yang tak terselesaikan. Uang negara sebesar Rp. 6,7
trilyun yang menguap entah kemana belakangan diketahui bahwa uang tersebut
ternyata dibagi-bagi oleh konglomerat ‘Digdoyo’ untuk para penguasa yang sangat
korup, sementara pada sisi yang lain seorang rakyat kecil harus rela
dipenjarakan hanya karena ‘mengambil sebutir buah semangka’ milik tetangga.
Untuk menghindari tuduhan bahwa dirinya terlibat, Raja Kasmala Negara kemudian
membentuk Tim Pencari Fakta. Namun, pembentukan tim ini ternyata justru membuat
kondisi semakin runyam dan tak menentu. Bahkan beberapa tokoh baik justru harus
rela masuk penjara karena menentang raja dan kisah ini diakhiri dengan
pengunduran diri sang raja karena rakyat tak lagi percaya dengan Raja Kasmala
Negara.
Meski pementasan ketoprak malam itu berlangsung sukses, namun di balik
kesuksesan itu, ada sebuah keprihatinan dan kekhawatiran terhadap eksistensi
kesenian ketoprak semacam ini. Sebab, sampai saat ini ketoprak masih dimainkan
oleh para seniman tua yang masa edarnya tentu sudah tak lama lagi. Jumlah
generasi muda yang peduli serta berupaya mempertahankan kesenian ini dengan
terjun langsung sebagai pemain ketoprak sangatlah sedikit. Jangankan memainkan
sebuah peran dalam pertunjukkan kesenian ketoprak, menonton pun enggan rasanya.
Tidak heran jika kesenian ini sekarang hanya terkenal dikalangan generasi tua saja.
Selain karena globalisasi dan ketidaktertarikkan generasi muda terhadap
kesenian ketoprak, terdapat faktor lain yang menjadi batu sandungan
pengembangan kesenian ini, yaitu peluang dan sponsor untuk penyelenggaraan.
Aktor Teater yang juga seniman Ketoprak Drs.Susilo “Ngarso“ Nugroho
mengemukakan bahwa melubernya antusias masyrakat untuk menyaksikan pementasan
Ketoprak Garapan seperti yang dimainkan oleh Komunitas Tjontong merupakan bukti
bahwa minat masyarakat terhadap kesenian ini cukup tinggi. Sayangnya, peluang
dan sponsor untuk pementasan ini masih sangat kurang.
Sumber :
http://dercindyreichmann.blogspot.com/2009/06/nasib-kesenian-ketoprak.html
http://2vx.net/sejarah-pertunjukan-seni-ketoprak/
http://www.imfaceplate.com/saptorevilla/kethoprak
http://www.detik.com
http://ksupointer.com/kesenian-tradisional-ketoprak