Minggu, 05 Maret 2017

CONTOH teks deskripsi : deskripsi pedagang kaki lima Unnes




Ø  Jenis Karangan: Deskripsi
Ø  Topik               : Pedagang Kaki Lima Unnes


Pedagang Kaki Lima di Unnes

Saat ini pedagang kaki lima di area Unniversitas Negeri Semarang jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini karena jumlah mahasiswa yang tiap tahunnya meningkat, berakibat meningkatkan juga kebutuhan-kebutuhan mahasiswa. Baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Dengan alasan inilah masyarakat setempat memanfaatkan situasi untuk mencari nafkah dengan berjualan kaki lima atau menjadi pegang kaki lima. Pedagang kaki lima sangat dibutuhkan mahasiswa juga masyarakat setempat dalam memenuhui kebutuhan hidup.
Salah satu pedangan kaki lima yang penulis wawancarai adalah pak Agus (30 tahun) bersama isterinya nunung (25 tahun). Pak agus adalah salah satu pedang kaki lima yang berjualan didepan lapangan banaran sudah dua tahun beliau berjualan disini, pengalaman dua tahun itu cukup membuat pak agus mengerti dan memahami kondisi sekitar apalagi pak agus juga warga asli banaran. Beliau berjualan tela-tela , jamur crispy dan es gempol bersama istirenya. Selain berjualan tela-tela dan es gempol pak agus juga berprofesi sebagai satpam di Unnes. Profesi pak Agus sebagai satpam ini cukup membuat pak Agus memahami karakteristik warga Unnes sendiri.
Warung pak agus bersebelahan dengan pedang kaki lima lainnya yang menjajakan dagangannya di depan lapangan banaran. Ketika saya mewawancarai mengapa memilih berjualan disini? Menutunya tempat ini sangat strategis.  Hal ini jelas terlihat karena lapangan banaran sendiri terletak di jalan utama dan jalan satu-satunya yang bisa dilalui mahasiswa dan masyarakat sekitar dalam kegiatan sehari-hari. Pak agus juga diuntungkan karena area tersebut dekat dengan kompleks perumahan warga yang membuat dirinya dan seluruh pedagang kaki lima tidak kesulitan untuk menyalur listrik sebagai sumber penerangan di warung kecilnya itu.
Tempat berdagang pak agus sendiri tepat diatas sebuah trotoar didepan lapangan banaran dan didepan warungnya terdapat parit yang digunakan sebagai tempat aliran air.  Dengan dua gerobak sederhana (satu untuk berjualan tela-tela dan satu lagi untuk berjualan es gempol), beratapkan terpal dan warung keadaan warung yang terbuka disinilah pak agus berjualan. Sudah cukup baik untuk berjualan namun didalam parit terlihat sampah yang berserakan juga pipa-pipa air yang tidak tertata rapi.
Saat ditanyai mengapa memilih berjualan tela-tela beliau bercerita dengan santai bahwa di rumahnya terdapat banyak pohon ketela yang tidak dimanfaatkan, sehingga timbul niat untuk memanfaatkan hal tersebut. Tidak banyak barang-barang yang pak agus bawa. Hanya beberapa baskom berukuran besar, kompor dan gas, serta alat penggorengan dan yang pasti beberapa alat pendukung lainnya. Menurut pak agus berjualan disini memang strategis tapi juga memiliki kelemahan. Kelemahan itu salah satunya adalah lahan parker tidak ada. Hal ini jelas terlihat karena didepan warung pak agus langsung jalan raya, dan pembeli yang membeli dagangannya maupun pembeli lain yang membeli dagangan lain selain pak agus harus memarkirkan motornya di pinggir jalan di depan deretan  warung-warung  pedagang kaki lima. Hal ini tentu membuat jalanan di area itu rawan macet mengingat tidak hanya satu dua pedang yang berjualan namun cukup banyak.
Saat ditanyai “bagaimana jika suatu saat nanti bapak digusur atau dipindahkan ketempat lain apakah bapak setuju?” beliau menjawab “tentu saya setuju mbak karena tanah ini memang milik pemerintah bukan milik kami” jawabnya dengan senyuman dan sangat bijaksana.
Lalu apakah berjualan disini dipungut biaya atau ada semacam pungutan liar? Pak Agus menjawab dengan tegas tidak. Tidak ada pungutan liar atau pajak apapun disini, namun ada semacam kas wajib yang ditarik oleh karang taruna karena tempat ini memang dikelola oleh pemerintah desa tegasnya.
Sebagai seorang pedagang kaki lima tentunya pak agus memiliki harapan dan doa yang sama seperti pedagang kaki lima umumnya. Yaitu memiliki cabang ditempat lain. Tapi hal ini belum terealisasikan karna kendala modal juga belum memiliki pandangan dimana cabang tersebut akan dibangun.
Bersama istrinya pak agus menjajakan dagangannya dari pukul 13.00 WIB – 22.00 WIB  dan setiap harinya pak agus mendapat penghasilan kotor dari dagangannya sebesar Rp 300.000,00. Saat tiba dipenghujung wawancara pak Agus menyampaikan harapannya bahwa satu-satunya harapannya adalah dapat berjualan disini tanpa digusur serta kalau bisa mungkin dibagunkan lahan parker agar tidak mengganggu., Jawabnya dengan santun.

selayang pandang ketoprak (semua tentang ketoprak)



Horizontal Scroll: SELAYANG PANDANG KETOPRAK
Oleh : Asti Wahyuningtyas
 

A.    Pengertian Ketoprak

 Hampir sama dengan ludruk, ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian dan digelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak. Ketoprak muncul pada tahun ± 1922 pada masa Mangkunegaran. Kesenian ini diiringi musik dari gamelan yang berupa lesung, alu, kendang dan seruling. Karena cerita atau pantun-pantunnya merupakan sindiran kepada Pemerintah atau Kerajaan maka kesenian ketoprak ini dilarang. Namun kesenian rakyat ini akhirnya tetap berkembang di pedesaan/ pesisiran. Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak disempurnakan dengan iringan gamelan Jawa lengkap dengan tema ceritanya mengambil babad sejarah, cerita rakyat atau kerajaan sendiri. Ketoprak ini dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan keperluan ceritanya.

            Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.

B.     Sejarah Ketoprak


       
    Ketoprak adalah satu dari puluhan kesenian tradisional yang masih dapat bertahan hingga sekarang. Kesenian ini lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Jogja pada sekitar tahun 1950an.

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer di Jawa tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur. Masyarakat Jawa Tengah/Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah Ketoprak menjadi satu dalam kehidupan masyarakat di Jawa tengah dan mengalahkan kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.

               Ketoprak pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan bersama dengan orang kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap.





                 Ketoprak pertama yang secara resmi dipertunjukan di depan umum, ialah Ketoprak Wreksotomo, yang dibentuk oleh Ki Wisangkoro, dengan pemain semuanya pria. Cerita yang dipentaskan masih sangat sederhana yaitu dengan cerita : Warso - Warsi, Kendono Gendini, Darmo - Darmi, dan lain sebagainya.

Setelah itu perkembangan Ketoprak sangat maju dan digemari oleh masyarakat, terutama berkembang di daerah Yogyakarta. Perkembangan Ketoprak yang dimulai dari pertunjukan permainan lesung. Kemudian menjadi pertunjukan Ketoprak lengkap dengan cerita dan gamelan yang mengiringi, serta pengaruh - pengaruh teater bangsawan yang menyelinap ke tubuh pertunjukan Ketoprak.

Yang banyak dibicarakan adalah Ketoprak panggung yang sampai sekarang masih dapat disaksikan dibeberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur. Ketoprak yang pada mulanya kesenian rakyat yang dipertunjukan di alam terbuka dengan tidak menggunakan perlengkapan dan panggung, tetapi pada perkembangannya justru dipentaskan dipanggunng dalam gedung, yang dengan sendirinya mengarah ke pertunjukan yang profesional, dimana para pemainnya hidup dari bermain Ketoprak dan para penontonnya membayar karcis. Hingga pertunjukan Ketoprak diusahakan agar lebih menarik para penonton baik dari segi teknis, maupun cerita-cerita yang dihidangkan agar tidak membosankan para penonton. Perkembangan terakhir dapat dilihat pada Ketoprak "Siswo Budoyo" Tulung Agung, Jawa timur yang berkembang pesat, penuh pembaruan teknis, dengan daya tarik yang memikat dan digemari masyarakat.

Cerita-cerita yang dihidangkan dalam Ketoprak Panggung ini sangat bervariasi, dari cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah dan bahkan cerita-cerita dari luar yang diadaptasikan dalam suasana Indonesia, misalnya karya Shakespeare : Pangeran Hamlet atau Sampek Eng Tay. Dimulai dari cerita sederhana, seperti : Darmo - Darmi, Warso Warsi, Kendono, Gendini, Abdul Semararupi (cerita Menak), Panji Asmorobangun, Klana Sewandono (cerita Panji), Ande - ande Lumut, Angling Darmo, Roro Mendut, Damarwulan, Ronggolawe, Joko Bodo, dan lain sebagainya.

Cerita yang paling digemari adalah cerita yang bersifat kepahlawanan, perjuangan ke arah yang benar, dan menentang penindasan sewenang - wenang dan di akhiri bagi yang benar, jujur dan baik.

Pakaian (kostum) para pemain disesuaikan dengan cerita yang dibawakan, sesuai dengan kostum yang dipakai saat itu. Umumnya cerita ketoprak adalah pakaian resmi yang digunakan masyarakat waktu itu. Misalnya Pangeran Wiroguna, kostum yang dipakai adalah kostum resmi seorang pangeran daerah Jawa, begitu juga kostum yang digunakan prajurit . Namun ada juga kostum yang dibuat khusus yang bermakna simbolis dalam cerita, misalnya lewat warna simbolis pakaian yang digunakan. Misalnya tokoh bijaksana warna pakaian hitam, tokoh suci warna pakaiannya putih, sedangkan tokoh pemberani warna pakaiannya merah dan sebagainya. Kostum cerita-cerita sejarah Jawa, misalnya memakai pakaian kejawen. Untuk cerita seribu satu malam, pakaian yang digunakan banyak yang berkilauan, seperti sutra. Kostum semacam ini biasanya digunakan untuk yang disebut gaya 'mesiran' dan ini sangat populer dan menarik perhaian para penontonnya. Kostum yang dipakai oleh Wayang orang pun mempengaruhi kostum Ketoprak, terutama Ketoprak pesisran sebelah utara Jawa. Hal ini dapat di lihat pada cerita Angling Darmo, Menak Jinggo/Damarwulan.

Disamping itu belakangan muncul apa yang dinamakan pakaian basahan, yaitu semacam pakaian kejawen tetapi dicampur dengan lainnya, yaitu terdiri dari kain batik, baju beskap dan serban (sering juga dengan jubah). Pakaian basahan ini dipakai dalam cerita Menak atau cerita para wali. Jika tidak dengan jubah pakaian tersebut mirip dengan pakaian abdi golongan ulama di dalam istana raja.

Alat ekspresi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak yang merupakan ciri-ciri Ketoprak adalah adanya unsur/elemen : cerita yang dimainkan, tabuhan (gamelan) yang mengiringi, tembang (nyayian) yang digunakan, tarian (gerak-gerak indah yang dipergunakan), busana/pakaian (Kostum).

Seperti umumnya teater tradisi di Indonesia selalu menggunkan media ungkap laku dan dialog, gerak dengan tarinya, suara dan bunyi (musik) yang mengiringi, suara disini dengan tembang (nyanyian/menyanyi) semuanya diungkapkan secara terpadu dan digunakan semuanya. Pertunjukan Ketoprak yang masih mengikuti pakem dan pola lama dalam menyajikan cerita, Ketoprak tersebut selalu menggunakan tembang (nyanyi) dan tari disamping selalu menggunakan iringan musik (gamelan).

Tembang merupakan salah satu ciri Ketoprak lama dan sering juga dalam berdialog menggunakan tembang. Oleh karena itu tembang mempunyai fungsi sebagia pengiring adegan, untuk berdialog, untuk monolog (berbicara sendiri) dan/atau sebagai penjeritaan (narasi).

Sedangkan musik (gamelan) disamping mengiringi tembang, juga dapat berdiri sendiri, berfungsi sebagai : pengiring adegan, ilustrasi penggambaran suasana cerita, memberi tekanan dramatik, penyekat adegan yang satu dengan yang lain, digunakan untuk menimbulkan efek suara yang dikehendaki.

Peralatan musik tradisi digunakan yang paling sederhana ialah : Kendang, saron, ketuk, kenong, kempul dan gong bumbung atau gong kemada. Sedangkan apabila lengkap digunakan gamelan biasa dengan tambahannya suling atau terbang. Hal ini mengingatkan kita bahwa pada saat Ketoprak masih dalam mula perkembangannya, yaitu saat Ketoprak Lesung, perlengkapan musik tradisi yang digunakan adalah : lesung, kendang, suling dan terbang, ditambah keprak.

Ketoprak menggunakan tembang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan ekspresinya. Oleh karena itu pemain ketoprak diharapkan tidak hanya pandai berakting saja tetapi juga harus pandai bernyanyi dan menari. untuk pemain gamelan, perlu adanya sinden (waranggono) apabila diperlukan untuk menimbulkan suasana. Penyanyi yang khusus untuk mengiringi gamelan dalam pertunjukan Ketoprak.

Dalam permainan ketoprak masalah bahasa atau cara menyampaikan bahasa tersebut, sangat memperoleh perhatian. Meskipun yang digunakan bahasa Jawa namun harus diperhitungkan masalah "unggah-ungguh" bahasa. Dalam bahasa Jawa ada tingkat-tingkat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa biasa (sehari-hari), kemudian ada bahasa kromo (untuk yang lebih tinggi) dan ada bahasa kromo inggil (untuk tingkatan yang lebih tinggi). Bahasapun harus diperhatikan, yaitu apa yang disebut bahasa ketoprak, bahasa halus yang spesifik. Dalam berdialog perlu sangat diperhatikan. Apabila pertunjukan akan menggunakan bahasa Indonesia, harus dipikirkan bahasa yang cocok dengan bahasa ketoprak, meskipun dengan bahasa Indonesia.









C.    Perubahan Ketoprak dari Waktu ke waktu
Di dalam sejarah, perubahan bentuk kesenian ketoprak itu sendiri terbagi menjadi beberapa istilah seperti berikut :

1. Ketoprak gejog/lesung (1887 - 1908)
Asal mula ketoprak ini terwujud dari permainan para pemuda di dusun yang sedang bermain sambil diiringi irama lesung pada saat bulanpurnama. Namun kebiasaan tersebut kini menjadi salah satu budaya dan salah satu seni drama tradisional kuno. Alat musik yang digunakan pada awalnya hanya sebuah gejog (lesung) dengan di iringi beberapa lelagon dolanan (nyanyian pedesaan) di antaranya lagu ILIR-ILIR, JAMURAN, IJO-IJO dll. Ketoprak yang masih menggunakan iringan lesung tergelar sekitar tahun 1887 dan lakon yang di tampilan hanya bercerita tentang seputar kehidupan di pedesaan


2. Ketoprak Wreksadiningrat (1908 - 1925)
K.R.M.T.H Wreksadiningrat seorang abdi dalem Bupati Nayaka di Surakarta Hadiningrat melihat ada kandungan seni yang sangat bagus di dalam ketoprak tersebut, hal itu menggugah hatinya untuk mengangkat tontonan ketoprak menjadi salah satu bagian dari kesenian keraton. Dari situlah ketoprak mengalami pertama kali perubahan, semula hanya di iringi musik lesung kemudian iringanpun di tambah dengan kendang seruling dan terbang, nyanyian yang semula hanya lelagon dolanan akhirnya di tambah dengan sekar alit (macapat) dan sekar tengahan di antaranya MIJIL PAMULAR. PUCUNG BUPLAK. GAMBUH dll. Lakon yang di tampilkan mulai mengambil cerita-cerita berbau dongeng seperti JAKA BODO, WARSA WRASI, JAKA KUSNUN dll. Perkembangan ketoprak mampu menarik perhatian kalangan keraton. Hal itu terbukti dengan banyaknya kerandah dalem (orang dalam keraton) yang berminat mementaskan untuk beraneka macam acara yang di adakan oleh kerandah dalem, bahkan Susuhunan Mangku Negara sendiri tidak jarang menampilkan ketoprak Wreksadiningrat. Tidak di ketahui dengan jelas apa penyebab bubarnya ketoprak Wreksadiningrat, ada kemungkinan usia tua K.R.M.T.H Wreksadiningrat yang menyebabkan ketoprak tersebut sejak tahun 1925 sudah tidak pernah menggelar pementasan lagi.

3. Ketoprak Wreksatama (1925 – 1927)
Kemudian pada tahun 1925 di kampung Madyataman Surakarta berdiri grup ketoprak baru dengan nama ketoprak Wreksatama yang di dirikan oleh Ki Wisangkara bekas anggota ketoprak Wreksadiningrat. Di bawah kepemimpinan Ki Wisangkara ketoprak juga mengalami perubahan, musik iringan model Wreksadiningrat oleh ketoprak Wreksatama di perlengkap lagi dengan saron, biola, gitar, mandolin, kenong, kempul, gong. Nyanyian tetap seperti ketoprak Wreksadiningrat, tetapi lakon yang di tampilkan berubah, Ki Wisangkara sudah berani menampilkan lakon-lakon babad di antaranya cerita panji, ajisaka dan beberapa cerita-cerita berlatar belakang jaman kerajaan. Mungkin karena Ki Wisangkara terlalu berani menampilkan cerita dan pantun-pantun yang berisi sindirian kepada pemerintah atau keraton yang di kawatirkan bisa mengurangi kewibawaan kalangan keraton maka kesenian ketoprak ini akhirnya dilarang.

4. Ketoprak Krida Madya Utama (1927 – 1930)
Karena kesenian tersebut asalnya merupakan kesenian rakyat maka walaupun di larang akhirnya ketoprak tetap berkembang di daerah pedesaan atau pesisiran di Jawa Tengah sampai munculah ketoprak professional dengan nama Krida Madya Utama. Sebagai pendiri ketoprak tersebut adalah Ki Jagatrunarsa dan Ki Citra Yahman. Di karenakan Krida Madya Utama adalah ketoprak professional yang keberlangsungan hidupnya tergantung kepada penonton maka ketoprak Krida Madya Utama akhirnya njajah desa milang kori (berpindah pindah tempat) sampi ke daerah Yogyakarta . Mulai saat itu ketoprak menjadi terkenal dan bisa mengungguli kesenian lainnya, seperti Srandul, EMprak dll.

5. Ketoprak Gardanela (1930 – 1955)
Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak lebih di sempurnakan lagi dengan iringan gamelan jawa lengkap laras pelog, tema ceritanya mengambil babad dan sejarah dengan catatan kostum yang di pakai untuk pementasan tidak di perbolehkan menyamai aslinya “pakaian kebesaran keraton”. Menurut tulisan karya mendiang W.S Rendra masa-masa itu di sebut Jaman ketoprak GARDANELA karena ketoprak pada waktu itu sudah mulai berkreasi menggarap cerita-cerita luar negeri seperti Sampek Engtay, Johar Manik, Jenderal Sie Jien Kwie.

6. Ketoprak moderen (1955 – 1958)
Pada tahun 1955 ketoprak professional/tobongan benar-benar menjamur, banyak grup ketoprak bersaing dalam berbagai hal terutama tentang kreasi cerita dan pementasan, sehingga pada masa itu banyak grup ketoprak yangmenambahkan sebuah kalimat di depan nama grupnya dengan kata moderen, misalnya KETOPRAK MODEREN KRIDO MARDI. KETOPRAK MODEREN S 3 MAREM dll.

7. Ketoprak Gaya Baru (1958 – 1987)
Bagaikan sebuah perlombaan yang akhirnya di menangkan oleh Ki Siswondo Harjo Suwito pada tahun 1958 ketoprak Siswo Budoyo dengan terobosan yang spektakuler berhasil menggulingkan ketoprak Moderen dan menggantikannya menjadi ketoprak Gaya B aru Siswo Budoyo Tulungagung.


Beberapa jenis ketoprak antara lain :

1. Ketoprak Lesung, ciri-cirinya antara lain :
• Alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak ini terdiri dari lesung, kendang, terbang dan seruling
• Ceritera yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada kehidupan sehari-hari
• Kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.
• Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana.
• Menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran.
• Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan lampu.
• Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.

2. Ketoprak Gamelan
• Merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka.
• Cerita yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari cerita babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa.
• Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang.
• Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam
• Para aktor biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lain-lain permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi.
• Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro, atau slendro saja.
• Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan lain-lain).
• Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan

Kesenian ketoprak yang dahulu menjadi primadona kini, dari hari ke hari, semakin memudar. Masuknya kebudayaan baru dan teknologi yang modern, serta peran orang tua sekarang yang jarang sekali memberikan pendidikan kebudayaan terhadap anak didiknya mempengaruhi proses pelestarian kebudayaan. Terjadi perubahan pandangan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kesenian ketoprak yang dahulu sangat popular. Saat ini, kesenian ketoprak dianggap sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman, kuno, tontonan orang tua, dsb. sehingga membuat generasi muda merasa enggan serta gengsi untuk menyaksikannya. Banyaknya variasi hiburan yang lebih “modern” mengalihkan perhatian generasi muda dari warisan kebudayaannya.

Globalisasi menjadi faktor pendorong yang memudahkan kita untuk mengetahui segala informasi “modern” yang terjadi di dunia. Gejala yang juga menonjol sebagai dampak dari globalisasi informasi adalah terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.

Pementasan kesenian ketoprak yang lebih modern pun pernah dilakukan. Hal ini terbukti dengan adanya program televisi “Ketoprak Humor” di televisi. Ketoprak Humor merupakan suatu program kesenian televisi yang hadir pertama kali di stasiun televisi TVRI pada akhir 90an atas bentukan mantan Menteri Tenega Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Erman Suparno. Setelah itu, nama Ketoprak Humor semakin berkibar sejak tayang di stasiun telvisi RCTI mulai 1998.

Antusiasme masyarakat terhadap program kesenian inipun dapat dibilang tinggi. Hal ini terbukti dengan dinobatkannya program kesenian Ketoprak Humor sebagai Program Kesenian Tradisional Paling populer di ajang Panasonic Awards, tiga kali berturut-turut yaitu tahun 200, 2001, dan 2002. Program kesenian ini sangat memegang teguh nilai kebudayaan yang terkandung dalam setiap cerita yang dilakoni. Pada saat permintaan pasar yang menginginkan program ini menjadi program yang hanya mengedepankan sisi humor saja, sang sutradara Aries Mukadi memilih untuk menolaknya.

Menurut Aries, meskipun Ketoprak Humor dikemas jenaka, tetap ada pakem-pakem yang harus dipertahankan. Misalnya saja dari unsur cerita harus dibuat serius, ada alur, disesuaikan dengan fakta sejarah, dan tidak boleh menyimpang. “Konsep ketoprak itu kan kesenian tradisi, ada cerita, tokoh, pakaiannya, yah itulah. Kayak sopan santunnya masih dipertahankan, kalau guyon-guyon begitu saja kan nggak boleh. Nggak boleh ada tempelengan, tapi sopan santun,” ujarnya.

Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta. Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi sangat segar, lucu dan menarik.

Hal ini seperti yang terlihat dalam pementasan “Cecak Nguntal Cagak (Cicak Makan Tiang)“ yang dimainkan oleh Komunitas Ketoprak Ringkes Tjap Tjontong di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (30/1), siapapun akan sepakat menyatakan bahwa pementasan tersebut berlangsung sangat sukses. Gedung konser yang berkapasitas sekitar 1000 kursi terisi penuh tanpa sisa, sementara puluhan penonton yang tidak kebagian tempat duduk rela duduk lesehan beralas tikar dan koran didepan panggung. Pementasan yang berdurasi sekitar 2,5 jam juga berlangsung sangat interaktif. Celotehan penonton terhadap adegan-adegan yang dianggap menjenuhkan ditanggapi para pemain dengan dialog-dialog yang mampu memancing tawa.

Cicak Nguntal Cagak berkisah tentang karut marut hukum yang berlaku di kerajaan “Regul Bawana” yang dipimpin oleh Raja Kasmala Nagara. Raja yang setiap hari pekerjaannya hanya menjaga citra dan terlalu yakin dengan kekuasaannya karena merasa segala kebijakannya didukung rakyat ini justru didemo oleh rakyatnya akibat banyaknya kasus yang tak terselesaikan. Uang negara sebesar Rp. 6,7 trilyun yang menguap entah kemana belakangan diketahui bahwa uang tersebut ternyata dibagi-bagi oleh konglomerat ‘Digdoyo’ untuk para penguasa yang sangat korup, sementara pada sisi yang lain seorang rakyat kecil harus rela dipenjarakan hanya karena ‘mengambil sebutir buah semangka’ milik tetangga.
Untuk menghindari tuduhan bahwa dirinya terlibat, Raja Kasmala Negara kemudian membentuk Tim Pencari Fakta. Namun, pembentukan tim ini ternyata justru membuat kondisi semakin runyam dan tak menentu. Bahkan beberapa tokoh baik justru harus rela masuk penjara karena menentang raja dan kisah ini diakhiri dengan pengunduran diri sang raja karena rakyat tak lagi percaya dengan Raja Kasmala Negara.

Meski pementasan ketoprak malam itu berlangsung sukses, namun di balik kesuksesan itu, ada sebuah keprihatinan dan kekhawatiran terhadap eksistensi kesenian ketoprak semacam ini. Sebab, sampai saat ini ketoprak masih dimainkan oleh para seniman tua yang masa edarnya tentu sudah tak lama lagi. Jumlah generasi muda yang peduli serta berupaya mempertahankan kesenian ini dengan terjun langsung sebagai pemain ketoprak sangatlah sedikit. Jangankan memainkan sebuah peran dalam pertunjukkan kesenian ketoprak, menonton pun enggan rasanya. Tidak heran jika kesenian ini sekarang hanya terkenal dikalangan generasi tua saja.

Selain karena globalisasi dan ketidaktertarikkan generasi muda terhadap kesenian ketoprak, terdapat faktor lain yang menjadi batu sandungan pengembangan kesenian ini, yaitu peluang dan sponsor untuk penyelenggaraan. Aktor Teater yang juga seniman Ketoprak Drs.Susilo “Ngarso“ Nugroho mengemukakan bahwa melubernya antusias masyrakat untuk menyaksikan pementasan Ketoprak Garapan seperti yang dimainkan oleh Komunitas Tjontong merupakan bukti bahwa minat masyarakat terhadap kesenian ini cukup tinggi. Sayangnya, peluang dan sponsor untuk pementasan ini masih sangat kurang.
Sumber :
http://dercindyreichmann.blogspot.com/2009/06/nasib-kesenian-ketoprak.html
http://2vx.net/sejarah-pertunjukan-seni-ketoprak/
http://www.imfaceplate.com/saptorevilla/kethoprak
http://www.detik.com
http://ksupointer.com/kesenian-tradisional-ketoprak

Legenda Tangkuban Perahu

  Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...