Selasa, 17 Mei 2022

Contoh Kultum singkat

 Bismillahirahmanirrahim Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillahirabbilalamin asholatuwassalamu ala asrofil ambiyai walmursalin waalaalihi washahbihi ajmain. Aamiin.

 Alhamdulillahirrobil alamin, tiada kata yang lebih indah dibanding puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmad dan karunia-Nya sehingga kita masih di pertemukan dengan ramadhan bulan yang penuh berkah

 ini dalam keadaan sehat wal afiat.

 Sholawat dan salam, marilah kita sanjungkan kepada beliau baginda rosullullah Muhammad SAW.

 Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya diyaumil akhir nanti. Aamiin Allahuma amin

 Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan menyampaikam sebuah Kultim yang berjudul :

 rezeki sudah tertakar tidak akan tertukar

 Saudaraku kaum muslimin dan muslimat di mana pun berada momen bulan suci ramadhan ini kembali menjadi momen yang tepat untuk kita bermuhasabah diri betapa luasnya rezeki dan nikmat yang Allah beri kepada kita, yang justru tidak selalu dihadirkan dalam bentuk nominal, tetapi Allah beri dalam bentuk

 yang lebih utama yaitu dalam bentuk nikmat kesehatan, iman dan Islam.

 Saudaraku rahimakumullah, tanpa kita sadari Nikmat-nikmat inilah yang justru merupakan rezeki terbesar dari Allah yang melekat dan dekat dengan kita. Tetapi justru sebaliknya kita selalu merasa mengkhawatirkan bahkan kufur terhadap rejeki yang Allah beri karena selalu berorientasi pada jumlah


  rupiah dan melupakan bahwa banyak sekali nikmat-nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada kita dan patut kita syukuri. Seringkali kita beralasan sibuk mengejar rezeki hingga kita lupa pada Sang maha

 memberi rejeki.

 Ingat saudaraku muslimin muslimat Allah telah berfirman dalam surah hud ayat 6

 Wa mā min dābbatin fil-arḍi illā 'alallāhi rizquhā wa ya'lamu mustaqarrahā wa mustauda'ahā, kullun fī

 kitābim mubīn.

 Artinya: Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam

 Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

 Dari ayat tersebut dijelaskan tidak ada 1 makhluk pun yang bernafas dan berjalan di atas buminya yang tidak dijamin rezekinya semuanya sudah tertulis dilauhul mahfudz. Diriwayatkan dalam hadis sahih bhukari Saat Allah tiupkan pada usia 4 bln di dalam kandungan dan Allah telah menetapkan 4 hal yang dibawa selama hidupnya. Yang pertama rezekinya yang kedua ajalnya. Yang ketiga amalnya yang keempat

 ketentuan celaka atau bahagiaannya.

 Ingat yang Allah tulis pertama adalah rezekinya, rezekinya dulu baru yang lain.

 Betapa megah kasih sayang Allah kepada hamba-Nya Hingga Allah sudah jamin segalanya hingga ditegaskan lagi dalam suatu riwayat dari Jabbir Bin Abdullah radiallahu anhu “tidaklah seorang hamba

 wafat kecuali sampai semua rejekinya telah tersampaikan” H.R AL hakim


  Jadi apalagi yang perlu kita risaukan, apalagi yang perlu kita khawatirkan apa yang menjadi jatah kita dan

 itu semua sudah TERTAKAR TIDAK AKAN TERTUKAR.

 untuk apa mengkhawatirkan rejeki padahal kita mengimani bahwa Allah itu AL Ghaniyy, AL Mughni

 maha kaya, dan maha pemberi kekayaan

 untuk itu saudara2ku di moment ramadhan ini mari kita bersama-sama memperbaiki diri, memperbaiki kualitas ibadah kita. Mari kita niatkan segala yang kita jalani hanya untuk beribadah kepada Allah dan semoga bernilai pahala. Saat kita berorientasi pada ibadah dan mengejar akhirat inshaallah atas izin allah  duniawi pun akan turut mengikuti.

 Mudah-mudahan apa yang dapat saya sampaikan bermanfaat untuk kita semua akhir kata

 Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Rabu, 09 Maret 2022

Daftar Puisi yang Cocok untuk Bahan Ajar dan Pilihan Lomba Membaca Puisi

 

  1. Nyanyian kemerdekaan

NYANYIAN KEMERDEKAAN

Karya: Ahmadun Yosi Herfanda


hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan

di antara pahit-manisnya isi dunia

akankah kaubiarkan saya duduk berduka

memandang saudaraku, bunda tercintaku

dipasung orang aneh itu?

mulutnya yang kelu

tak bisa lagi menyebut namamu


Berabad-abad kamu terlelap

Bagai maritim kamu kehilangan ombak

Burung-burung yang semula

Bebas dihutannya

Digiring ke sangkar-sangkar

Tak bebas mengucapkan kicaunya


Hanya kamu yang ku pilih

Darah dan degup jantungmu

Hanya kamu yang ku pilih

Diantara pahit-manisnya isi dunia


Orang aneh itu berabad-abad

Memujamu dingerinya

Namun di negriku

Mereka berikan belengu-belenggu

Maka bangkitlah Sutomo

Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo

Bangkitlah Ki Hajar Dewantara

Bangkitlah semua dada yang terluka


Bergenggam tanganlah dengan saudaramu

Eratkan genggaman tangan itu atas namaku

Kekuatan yang memancar dari genggaman itu 

Suaramu sayup di udara

Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka

Hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan

Di antara pahit-manisnya isi dunia

Berikan degup jantungmu

Otot-otot dan derap langkahmu

Biar kurterjang pintu-pintu terkunci itu

Dan mendobraknya atas namamu


Terlalu pengap

Udara yang tak tertiup

Dari rahimmu

Jantungku hamper tumpas

Karena racunnya

( matahari yang kita tunggu

Akhirnya bersinar juga

Di langit kita )


2. Selamat pagi Indonesia


SELAMAT PAGI INDONESIA

Karya Sapardi Djoko Damono



selamat pagi Indonesia, 

seekor burung mungil mengangguk

dan menyanyi kecil buatmu

akupun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu

dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku kepadamu

dalam kerja yang sederhana


bibirku tak dapat mengucapkan kata-kata yang sukar

dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal

selalu kujumpai kamu di wajah belum dewasa sekolah,

di mata wanita yang sabar,

di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan,

kami telah dekat dengan kenyataan

untuk rahasia mencintaimu


seekor ayam jantan menegak dan menjeritkan salam padamu,

kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya,

akupun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan,

merubuhkan kesangsian,

dan menyusun watu demi watu ketabahan, benteng kemerdekaanmu


pada setiap matahari terbit, o, anak jaman yang megah,

biarkan saya memandang ke timur untuk mengenangmu,

wajah-wajah yang penuh belum dewasa sekolah berkilat,

para wanita menyalakan api,

dan di telapak tangan para lelaki yang tabah

telah hancur kristal-kristal dusta,

khianat, dan pura-pura


selamat pagi, Indonesia,

seekor burung kecil memberi salam kepada si anak kecil,

terasa benar: saya tak lain milikmu


3. PAHLAWAN TAK DIKENAL

Karya Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang

Kedua lengannya memeluk senapang

Dia tidak tahu untuk siapa dia datang

Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah

Menangkap sepi padang senja

Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu

Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun

Orang-orang ingin kembali memandangnya

Sambil merangkai karangan bunga

Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.***


4. Resonansi Indonesia 

(Karya Ahmadun Yosi Herfanda)


Bahagia saat kau kirim rindu

termanis dari lembut hatimu

jarak yang memisahkan kita

laut yang mengasuh hidup nakhoda

pulau-pulau yang menumbuhkan kita

permata zamrud di khatulistiwa.


Kau dan aku

berjuta tubuh satu jiwa

kau semaikan benih-benih kasih

tertanam dari manis cintamu

tumbuh subur di ladang tropika

pohon pun berbuah apel dan semangka

kita petik bersama bagi rasa bersaudara

kau dan aku

berjuta kata satu jiwa.


Kau dan aku

siapakah kau dan aku?

Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak

Sunda, Madura, Ambon, atau Papua?

Ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita

: kau dan aku

berjuta wajah satu jiwa.

Ya, apalah artinya jarak pemisah kita

apalah artinya rahim ibu yang berbeda?

Jiwaku dan jiwamu, jiwa kita

tulus menyatu dalam genggaman burung Garuda


4. Membaca tanda-tanda

Karya Taufik Ismail


Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan

dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas

tapi kini kita mulai merasakannya

Kita saksikan udara abu-abu warnanya

Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya

Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari


Hutan kehilangan ranting

Ranting kehilangan daun

Daun kehilangan dahan

Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru


Kita saksikan

Gunung membawa abu

Abu membawa batu

Batu membawa lindu

Lindu membawa longsor

Longsor membawa air

Air membawa banjir

Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda

Biskah kita membaca tanda-tanda?

Allah

Kami telah membaca gempa

Kami telah disapu banjir

Kami telah dihalau api dan hama

Kami telah dihujani abu dan batu

Allah 

Ampuni dosa-dosa kami


Beri kami kearifan membaca tanda-tanda

Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan

akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas

tapi kini kami mulai merindukanya.


5. Karawang - Bekasi

Karya Chairil Anwar 

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi 

tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, 

terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami 

Kami sudah coba apa yang kami bisa 

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa 


Kami cuma tulang-tulang berserakan 

Tapi adalah kepunyaanmu 

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan 


Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan 

atau tidak untuk apa-apa, 

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata 

Kaulah sekarang yang berkata 


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 


Kenang, kenanglah kami 

Teruskan, teruskan jiwa kami 

Menjaga Bung Karno 

menjaga Bung Hatta 

menjaga Bung Sjahrir 


Kami sekarang mayat 

Berikan kami arti 

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian 


Kenang, kenanglah kami 

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu 

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi 


6. Ibu
karya D. Zawai Imron.

Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting

Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir

Bila aku merantau

Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

Ibu adalah gua pertapaanku

Dan ibulah yang meletakkan aku di sini

Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang

Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila kasihmu ibarat samudera

Sempit lautan teduh tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

Lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

Sesekali datang padaku

Menyuruhku menulis langit biru

Dengan sajakku


7. 1. Puisi Ibu

Oleh: Chairil Anwar

Pernah aku ditegur

Katanya untuk kebaikan

Pernah aku dimarah

Katanya membaiki kelemahan

Pernah aku diminta membantu

Katanya supaya aku pandai

Ibu…..


Pernah aku merajuk

Katanya aku manja

Pernah aku melawan

Katanya aku degil

Pernah aku menangis

Katanya aku lemah

Ibu…..

Setiap kali aku tersilap

Dia hukum aku dengan nasihat

Setiap kali aku kecewa

Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat

Setiap kali aku dalam kesakitan

Dia ubati dengan penawar dan semangat

Dan Bila aku mencapai kejayaan

Dia kata bersyukurlah pada Tuhan

Namun…..

Tidak pernah aku lihat air mata dukamu

Mengalir di pipimu

Begitu kuatnya dirimu….


8. Ibu

oleh: K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus)

Ibu, koulah gua berteduh

tempatku bertapa bersamamu

sekian lama

Koulah kawah

dari mana aku meluncur

dengan perkasa

Koulah bumi

yang tergelar lembut bagiku

melepas lelah dan nestapa

gunung yg menjaga mimpiku

siang dan malam

mata air yg tak pernah berhenti mengalir

membasahi dahagaku


9. Sajadah Panjang

Karya : Gus Mus


Ada sajadah panjang terbentang

Dari kaki buaian

Sampai ke tepi kuburan hamba

Kuburan hamba bila mati

Ada sajadah panjang terbentang

Hamba tunduk dan sujud

Di atas sajadah yang panjang ini

Diselingi sekedar interupsi

Mencari rezeki, mencari ilmu

Mengukur jalanan seharian

Begitu terdengar suara azan

Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang

Hamba tunduk dan rukuk

Hamba sujud dan tak lepas kening hamba

Mengingat Dikau

Sepenuhnya.

10. TANAH AIR MATA

Oleh: Sutardji Calzoum Bachri

 Tanah airmata tanah tumpah darahku

Mata air airmata kami

  Air mata tanah air kami

 Di sinilah kami berdiri

 Menyanyikan airmata kami

Dibalik gembur subur tanahmu

  Kami simpan perih kami

 Dibalik etalase megah gedung-gedungmu

 Kami coba sembunyikan derita kami

Kami coba simpan nestapa

 Kami coba kuburkan duka lara

 Tapi perih tak bisa sembunyi

  Ia merebak kemana-mana

 Bumi memang tak sebatas pandang

 Dan udara luas menunggu

Namun kalian takkan bisa menyingkir

 Kemana pun melangkah

 Kalian pijak air mata kami

  Kemana pun terbang

Kalian hinggap di air mata kami

 Kemana pun berlayar

 Kalian arungi air mata kami

 Kalian sudah terkepung

 Takkan bisa mengelak

  Takkan bisa kemana pergi

 Menyerahlah pada kedalaman air mata kami


11. DALAM DOAKU

Oleh : Sapardi Djoko Damono

dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana

dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga

 jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi

 rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

aku mencintaimu. itu sebabnya aku takkan pernah selesai

mendoakan keselamatanmu


12. KEPADA KAWAN

Oleh: Chairil Anwar

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,

 selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini:

Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan

 Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan

Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja!

 Jadi

mari kita putuskan sekali lagi:

Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi:

 Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!


13. AKU INGIN

Oleh : Sapardi Djoko Damono

  aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan

 kayu kepada api yang menjadikannya abu

 aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sumber: Damono, Sapardi Djoko (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Grasindo.

 

14. ASMARADANA

Oleh: Goenawan Mohamad

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.

Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.

Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara,

  ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.

Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu.

Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu. Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.


15. Pada suatu hari nanti

Sapardi Djoko damono

pada suatu hari nanti 

jasadku tak akan ada lagi 

tapi dalam bait-bait sajak ini 

kau takkan kurelakan sendiri 


pada suatu hari nanti 

suaraku tak terdengar lagi 

tapi di antara larik-larik sajak ini 

kau akan tetap kusiasati 

pada suatu hari nanti 

impianku pun tak dikenal lagi 

namun di sela-sela huruf sajak ini

kau takkan letih-letihnya kucari

Legenda Tangkuban Perahu

  Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...