MAKALAH
Analisis
Perubahan Kebudayaan “Akultuasi” pada Kebudayaan Peringatan 40 Hari Kematian
Seseorang
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata
Kuliah Pengantar Ilmu Budaya
Dosen
Pengampu
Oleh
Asti Wahyuningtyas 2101416011
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
2016
PRAKATA
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat kepada Allah Swt atas segala rahmat dan
karunianya sehingga makalah ini bisa diselesaikan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Budaya.
Pada makalah ini kami akan membahas dan memahami tentang akulturasi kebudayaan peringatan hari kematian.
Saya selaku penulis berharap
semoga kelak makalah ini dapat berguna dan juga bermanfaat serta menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai
kebudayaan peringatan hari kematian. Dalam pembuatan
makalah ini saya
sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan , oleh karena itu saya sangat membutuhkan
saran dan kritik demi perbaikan makalah ini. Saya meminta maaf apabila terdapat kesalahan
dalam pembuatan makalah ini.
Semarang, 09
November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA......................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang....................................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah...............................................................................................
1
1.3
Tujuan Penulisan.................................................................................................
1
1.4 Manfaat
Penulisan...............................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peringatan hari kematian......................................................................................
2
2.2 Lahirnya akulturasi peringatan kematian
2.3 Analisis menurut ahli............................................................................................
2
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan..............................................................................................................
4
3.2 Saran.....................................................................................................................
4
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................
5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia.
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinis. Kebudayaan adalah sesuatu yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat. Perubahan kebudayaan antara lain difusi yaitu suatu proses
menyebarnya unsur-unsur dari satu kelompok ke kelompok lain atau dari satu
masyarakat ke masyarakat lain, asimilasi yaitu proses perubahan kebudayaan
secara total akibat membaurnya kebudayaan atau lebih sehingga kebudayaan
aslinya hilang/tak tampak lagi, sedangkan akulturasi adalah proses percampuran
kebudayaan tanpa menghilangkan aslinya. Persebaran kebudayaan meliputi internalisasi
( proses belajar yang dilakukan sejak lahir sampai mati), sosialisasi ( proses
belajar karena ada kebersinggungan dengan orang lain), enkulturasi (proses
belajar kebudayaan yang berkaitan dengan sistem norma yang belaku).
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial
yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada
kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah
adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut,
kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna
akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.
Selamatan
kematian atau tahlilan sering di jumpai di lingkungan masyarakat, Selamatan ini
biasanya dilakukan oleh keluarga dari orang yang meninggal dunia yang mempunyai tujuan untuk mendo’akan orang
yang meninggal dunia agar supaya segala dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT
dan dilapangkan kuburnya. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini sudah
dilakukan secara turun-temurun. Ritual tahlilan atau selamatan kematian ini
sudah mengakar dan menjadi budaya pada masyarakat jawa yang sangat berpegang
teguh pada adat istiadatnya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa itu tradisi
peringatan hari kematian ?
1.2.2
Bagaimana
lahirnya percampuran kebudayaan islam dengan tradisi peringatan kematian
dikalangan masyarakat?
1.2.3
Bagaimana
analisis kebudayaan terhadap teori yang ada ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu tradisi peringatan kematian pada masyarakat.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana lahirnya percampuran kebudayaan islam
dengan tradisi peringatan
kematian dikalangan masyarakat.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi pengatahuan tentang bagaimana
proses lahirnya kebudayaan memeringati hari kematian yang ada dimasyarakat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Apa itu peringatan hari peringatan kematian ?
Tradisi selamatan kematian ini didasarkan pada
konsep ajaran-ajaran yang dikembangkan sejak jaman nenek moyang di jawa Awal mula dari acara Selamatan tersebut berasal dari upacara
peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa indonesia khususnya masyarakat jawa
yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara
tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah
meninggalkan dunia. Selamatan
secara teknis adalah membacakan membacakan mantra dan do’a-do’a yang ditujukan
untuk para arwah agar perjalanannya menghadap sang pencipta mudah. Dalam
peribahasa jawa menyebutkan “jembar kubure padang lakune” yang berarti “luas
kuburnya terang jalannya”, seperti peribahasa tersebut selamatan kematian ini
adalah ritual mengirimkan doa kepada sanak saudara Upacara selamatan bagi orang
meninggal . Masyarakat jawa meyakini bahwa masih ada kehidupan setelah
meninggal, dan kehidupan itu adalah kehidupan yang lebih kekal.
2.2
Lahirnya akulturasi / percampuran budaya selamatan kematian dengan kebudayaan
islam
Islam masuk ke tanah jawa dibawa oleh wali 9 melalui
perdagangan, perkawinan, dan budaya. Islam yang diajarkan oleh wali 9 sangat
menyatu dengan kehidupan masyarakat jawa pada saat itu. Wali 9 berdakwah dengan
sabar dan hati-hati menyesuaikan kehidupan yang ada di masyarakat sehingga
masyarakat masuk dan memeluk islam karena sentuhan hati dan benar-benar
merasakan Islam yang sesungguhnya. Karena kepandaian para wali tersebutlah para
wali 9 mengemas kebudayaan jawa dengan tatanan-tatanan dan kaidah islam, tanpa
mengubah sedikitpun makna yang ada.
Begitu pula dengan kebudayaan memeringati hari kematian
seseorang. Dari budaya yang sudah ada sejak lama dimasyarakat jawa wali 9
memadukan kebudayaan tersebut dengan ajaran-ajaran islam tanpa mengubah konsep dan makna dari
kebudayaan itu sendiri. Jika sebelumnya prosesi dilakukan sangat sederhana
berisi mantra-mantra, maka dalam proses akulturasi dipadukan kebudayaan
tersebut. Yang tadinya memujikan mantra-mantra keudian diisi dengan membacakan
ayat-ayat suci Al-quran, Tahlilan, dan membacakan surah Yaa Sinn. Dari sinilah
para wali 9 mengajarkan ketauhitan ditengah-tengah suasana duka. Bahkan,
menjadi ajang refleksi diri bahwa kita hidup didunia hanya sesaat dan akan
kembali pada Yang Maha Kuasa.
Darisinilah kita dapat melihat bahwa ada terjadinya
akulturasi pada kebudayaan memperingati hari kematian. Adanya proses perpaduan
antara kebudayaan hindhu-buddha dengan kebudayaan islam yang melahirkan
kebudayaan baru tanpa mengubah konsep dan makna dari kebudayaan itu sendiri.
2.3
analisis kebudayaan menurut teori
Telah
disebutkan diatas bahwa, menurut Koentjaraningrat, “akulturasi adalah proses
sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
pada kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah
adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut,
kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna
akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.” Disini dapat kita analisis
bahwa masyarakat jawa dihadapkan pada kebudayaan tahlilan, membaca surat Yaa
Sinn yang belum dikenalnya sama sekali dan asing bagi masyarakat jawa. Namun,
kebudayaan itu dipadukan dengan kebudayaan yang ada yaitu memeringati hari
kematian seseorang. Hingga, lairlah kebudayaan baru memeringati kematian dengan
cara-cara islami. Hal ini menunjukkan adanya keseragaman (homogenity) atau
nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
analisis yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Akulturasi
adalah proses perubahan kebudayaan dengan cara perpaduan kebudayaan antara
kebudayaan yang sudah ada dengan kebudayaan asing, kemudian melahirkan
kebudayaan baru tanpa merubah makna dari kebudayaan itu senidiri. Lahirnya
kebudayaan tersebut karena adanya keselaraan antar budaya.
Kebudayaan
/ tradisi memperingati kematian seseorang adalah hasil akulturasi dari
kebudayaan nenek moyang yaitu upacara kematian dengan kebudayaan islam.
Melahirkan kebudayaan baru yaitu memperingati kematian seseorang dengan cara
islam diisi dengan pembacaan ayat suci Al-quran, dll tanpa mengubah sedikitpun
makna yang ada dalam tradisi tersebut.
3.2
Saran
Kebudayaan
yang masuk hendaklah disaring dan jangan diterima mentahnya saja, namun dapat
dipahami sesuai atau tidaknya dengan kebudayaan yang ada ditempat kita. Bahkan
jangan sampai kebudayaan asing itu menghilang kebudayaan asli milik kita.
Kebudayaan asing yang
masuk hendaknya menyatu dengan kebudayaan yang ada kemudian melahirkan
kebudayaan baru dan memperkaya kebudayaan yang sudah ada serta memberikan pengajaran
dan nilai yang positif.
3.3
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat.Kebudayaan
Metalitas dan Pembangunan.
http:// selametan kematian di jawa April 2013.html, (diakses tanggal 9 desember
2016)
http://abimuda.com/2015/11/peringatan-kematian.html
(diakses tanggal 13 desember 2016)
https://id.m.wikipedia.org/wiki/akulturasi.co.id
(diakses tanggal 13 desember 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar