Asal-usul Desa Sani
Desa Sani terletak disebelah barat
dengan Desa Sidokerto. Desa ini tidak begitu dikenal oleh masyarakat
kebanyakan. Walaupun begitu Desa Sani mempunyai kenangan tersendiri yang tidak
mudah dilupakan oleh penduduknya. Desa Sani sebenarnya berasal dari sebuah
sendang yang ditempati oleh seekor bulus, penjelmaan dari seorang abdi Sunan
Bonang.
Pada Zaman dahulu, khususnya di Jawa,
banyak berdiri kerajaan-kerajaan Islam. Khususnya kerajaan Demak yang didirikan
oleh Raden Patah. Di Demak terkenallah para wali yang giat menyebarkan agama
islam. Para Wali itu berjumlah sembilan orang dengan sebutan “Wali Songo”. Di
antara kesembilan wali itu terdapatlah seorang wali bernama Sunan Bonang.
Pada suatu hari Sunan Bonang akan pergi
ke Gunung Muria untuk menjumpai Sunan Muria. Beliau ditemani oleh dua orang
abdinya. Di tengah perjalanan beliau merasa haus dan kegerahan karena matahari
yang begitu teriknya bersinar. Kemudian beliau menyuruh salah seorang abdinya
mencari air untuk minum dan wudlu.
Abdi tersebut diberi petunjuk oleh Sunan
Bonang untuk mencari sumber air di bawah sebuah pohon rindang. Untuk memudahkan
pekerjaan, Sunan Bonang membekali abdinya dengan sebuah tongkat sakti untuk ditancapkan
di bawah pohon tersebut. Maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, abdi itu pun
berhasil menemukan pohon rindang seperti yang diinginkan oleh Sunan Bonang.
Dengan segera ditancapkannya tongkat sakti ke tanah. Dan ajaib, Dari tempat itu
keluarlah air yang memancar terus-menerus. Maka dalam waktu yang singkat tempat
itu telah menjadi sebuah sendang.
Karena gembiranya lupalah ia akan pesan
Sunan Bonang. Ia segera turun ke sendang untuk minum dan mandi , menghilangkan
dahaga dan kegerahannya.
Karena dirasa abdinya tak junjung
kembali, maka Sunan Bonang memutuskan untuk mencarinya. Setelah mencarinya
kesana kemari, akhirnya ditemukan juga abdinya itu. Betapa terkejutnya Sunan
Bonang ketika melihat abdinya sedang asyik mandi. Maka dengan segera ditegurnyalah
abdi itu. Dikutuknya abdi itu, “Lho kamu saya suruh, tidak membawa air, malah
mandi seperti Bulus”. Maka dalam sekejap saja abdi Suanan Bonang berubah
menjadi seekor bulus.
Ketika bulus bercermin di air sendang,
menangislah ia melihat bentuk tubuhnya dari manusia menjadi seekor bulus. Ia
minta maaf kepada Sunan Bonang, tetapi perkataan atau kutukan tidak mungkin
ditarik kembali. Tidak mungkin sudah meludah dijilat balik, demikian pepatah
mengatakan.
Abdi Sunan Bonang yang telah menjadi
bulus tidak diperkenankan ikut menuntaskan perjalanan ke Gunung Muria. Ia
disuruh tinggal di sendang untuk menjaga sendang tersebut.
Sunan Bonang berujar, “Aku namakan
sendang ini Sendang Sani dan kelak tempat ini akan diberi nama desa Sani”. Sani
memiliki maksud, berasal dari kata “sisani” yang artinya disisakan air yang telah disisakan atau air yang telah
digunakan. Setelah berujar demikian maka Sunan Bonang pun kembali menuntaskan
perjalanan bersama abdinya yang seorang lagi. Beliau melanjutkan perjalanan ke
Gunung Muria untuk berunding dengan Sunan Muria mengenai masalah keagamaan.
Demikian sekelumit cerita tentang
asal-usul desa Sani. Tentang kebenarannya belum diketahui secara pasti. Sampai
sekarang Sendang itu masih tetap asri seperti dulu.
Untuk menghormati penghuni sendang
tersebut, maka oleh masyarakat dibuatkanlah suatu tempat khusus. Konon, barang
siapa yang berani mengganggu tempat tinggal bulus tersebut, maka orang yang
mengganggunya akan jatuh sakit.
Dari cerita di atas hendaknya kita dapat
mengambil hikmah. Bahwa apabila kita mendapat suatu kepercayaan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan hendaknya kita laksanakan sebaik-baiknya dan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Pepatah mengatakan “Sekali Lancang, seumur
hidup orang tak akan percaya”. Sekali orang melakukan kesalahan atau berdusta
orang tidak akan mempercayainya lagi.
Tambahkan dongeng-dongeng yang berkembang di Pati dong kak
BalasHapus