Analisis Cerpen Kang Dasrip
Karya emha ainun najib
Dalam
cerpen “Kang Dasrip” ini tterdapat beberapa kritik yaitu kritik sosial, kritik budaya
dan kritik politik. Kritik sosial tergambar jelas dimana kritik sosial digambar
tentang bahwa kehidupan bermasyarakat tidak harus berjalan lurus dan tentram
saja. Begitupun yang dialami kang dasrip. Bagaimana ia tergejolak dengan
tetangganya, hal ini dapat kita jumpai dalam paragraf (10) dimana ia harus
menghadapi masalah yang cukup kompleks dalam hidupnya dengan masyarakat.
Kemudian dalam hidup bermasyarakat memang ada istilah “memberi dan menerima”
ketika kita hidup dalam masyarakat tentunya harus saling membantu dan dibantu
karena kita tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhan kita sendiri tanpa
bantuan orang lain. Hal ini sama saja dengan kisah kang dasrip yang dulu
mbuwuhi tetangga tengganya kemudian sewaktu kag dasrip punya kerja maka dia
yang diganti dibuwuhi, meskipun dalam hal ini ada konflik yang kontroversial
dimana kang dasrip tidak terima karena apa yang dulu berikan terhadap
tetangganya kemudian tidak sesuai dengan apa yang diberikan tetangganya
tersebut kepada kang dasrip dalam paragraf (1 dan 4). Hal ini hanya dapat kita
jumpai dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Dalam kejadian ini sendiri dapat
kita ambil hikmah bahwa jika kita memberi sesuatu kepada sanak saudara hendaknya
jangan pernah kita berharap imbalan karena saat semua tidak berjalan seperti
yang kita harapkan maka kita sendiri yang akan kecewa.
Kemudian dalam kehidupan sosial tentunya ada norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat. Seperti norma kesopanan, norma kesusilaan dan
norma adat-istiadat. Seperti yang digambarkan dalam cerpen kang dasrip ini.
Dimana kang dasrip secara norma kesopanan sangat tidak sopan karena ia
menghujat apa yang diberikan tetangganya kepadanya. Bahkan ia menegaskan untuk
meminta imbal balik atau kesebandingan dengan apa yang mereka dapatkan dari
kang dasrip. Jika dikaitkan dengan kehidupan nyata maka hal ini sangat
mencoreng nama orang tersebut dan membuat namanya sendiri menjadi kotor bahkan
dihujat oleh masyarakat hal ini dapat kita temukan pada paragraf (7 dan 8). Faktor
ekonomi tidak lepas dari bahasan kritik sosial dalam cerpen ini digambar bahwa
saat kang dasrip akan menggelar hajat khitanan anaknya maka ia telah menyiapkan
segala sesuatu dengan jelas dan perhitungan matang dia telah memperkirakan
pengeluaran yang ia butuhkan dan yang akan ia keuntungan dengan sangat rinci,
hal ini sangat sesuai dalam kehidupan nyata dimana seseorang yang akan
menggelar hajat maka ia akan mempertimbangkan apa saja yang akan diperluknnya.
Dalam cerpen kang dasrip hal ini dikemas dengan sesuatu yang berbeda dimana hal
yang telah diperhitungkan melenceng jauh dari dari yang diperkirakan. Dalam
paragraf (2 dan 3).
Selanjutnya
adalah kritik budaya dalam cerpen kang dasrip juga menonjolkan kritik budaya
yang sangat erat. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang masyarakat
jawa. Hal ini dibuktikn dengan beberapa kosa kotanya yang menggunakan kata
dalam bahasa jawa seperti gedeg, buwuhi,
dan misuh-misuh. Dalam cerpen ini juga dilukiskan tentang budaya orang jawa
jika salah satu anggota keluarganya akan dikhitan maka akan mengadakan hajatan
atau semacam syukuran dan selamatan. Dalam acara tersebut ada tradisi-tradisi
yang melekat pada masyarakat jawa seperti membuat tarub di depan rumah da nada tradisi
untuk mengundang kesenian lokal yaitu tayub dan kethoprak meskipun dalam cerpen
ini meninggalkan kesenian itu karena alasan biaya. Dalam paragraf (2).
Yang
terakhir adalah kritik politik dalam cerpen kang dasrip juga mengandung kritik
politik. Dalam cerpen ini digambarkan tentang pihak pabrik yang semena-mena
memberikan harga sewa tebu terhadap masyarakat bhakan dijelaskan bahwa
embel-embelnya saja tebu milik rakyat namun kenyataanya tebu-tebu tersebut
hanya milik pabrik dan pemerintah. Hal ini sangat sesuai dengan kehidupan nyata
saat ini jajaran poilitik berkedok bahwa pemerintah bekerja untuk rakyat namun
pada kenyataanya rakyat hanya menikmati segala sesuatu yang merupakan hak
rakyat dipersulit dan diambil keuntungan untuk pemerintah dan pabrik dalam
cerpen ini digambarkan bahwa pabrik mengambil keuntungan sebesar-besarnya dan
pemerintah mendukung hal tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Hal ini
sesuai dengan potret kehidupan nyata. Terdapat dalam (paragraph 5). Dalam
cerpen tersebut juga dilukiskan bagaimana ketidak netralan dari lurah desa.
Dalam cerpen tersebut dilukiskan bahwa lurah kang dasrip ada main dengan pihak
pabrik hal ini sesuai dengan keadaan politik yang ada dalam masyarakat. Dimana
pemerintahan di Indonesia sangat bobrok. Tidak hanya pemerintahan di pusat.
Pemerintahan ditingkat desa yang merupakan ujung tombak pembangunan juga tidak
bersih. Kepala desa tidak membantu warganya dengan baik malah justru memihak
pabrik untuk keuntungan semata. Bahkan dalam kehidupan nyata pembangunan yang
ada tidak sesuai anggaran. Anggaran yang dibuat sangat maksimal namun pada
kenyataannya hanya sedikit yang direalisasikan. (dalam paragraf 6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar