Minggu, 05 Maret 2017

CONTOH teks deskripsi : deskripsi pedagang kaki lima Unnes




Ø  Jenis Karangan: Deskripsi
Ø  Topik               : Pedagang Kaki Lima Unnes


Pedagang Kaki Lima di Unnes

Saat ini pedagang kaki lima di area Unniversitas Negeri Semarang jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini karena jumlah mahasiswa yang tiap tahunnya meningkat, berakibat meningkatkan juga kebutuhan-kebutuhan mahasiswa. Baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Dengan alasan inilah masyarakat setempat memanfaatkan situasi untuk mencari nafkah dengan berjualan kaki lima atau menjadi pegang kaki lima. Pedagang kaki lima sangat dibutuhkan mahasiswa juga masyarakat setempat dalam memenuhui kebutuhan hidup.
Salah satu pedangan kaki lima yang penulis wawancarai adalah pak Agus (30 tahun) bersama isterinya nunung (25 tahun). Pak agus adalah salah satu pedang kaki lima yang berjualan didepan lapangan banaran sudah dua tahun beliau berjualan disini, pengalaman dua tahun itu cukup membuat pak agus mengerti dan memahami kondisi sekitar apalagi pak agus juga warga asli banaran. Beliau berjualan tela-tela , jamur crispy dan es gempol bersama istirenya. Selain berjualan tela-tela dan es gempol pak agus juga berprofesi sebagai satpam di Unnes. Profesi pak Agus sebagai satpam ini cukup membuat pak Agus memahami karakteristik warga Unnes sendiri.
Warung pak agus bersebelahan dengan pedang kaki lima lainnya yang menjajakan dagangannya di depan lapangan banaran. Ketika saya mewawancarai mengapa memilih berjualan disini? Menutunya tempat ini sangat strategis.  Hal ini jelas terlihat karena lapangan banaran sendiri terletak di jalan utama dan jalan satu-satunya yang bisa dilalui mahasiswa dan masyarakat sekitar dalam kegiatan sehari-hari. Pak agus juga diuntungkan karena area tersebut dekat dengan kompleks perumahan warga yang membuat dirinya dan seluruh pedagang kaki lima tidak kesulitan untuk menyalur listrik sebagai sumber penerangan di warung kecilnya itu.
Tempat berdagang pak agus sendiri tepat diatas sebuah trotoar didepan lapangan banaran dan didepan warungnya terdapat parit yang digunakan sebagai tempat aliran air.  Dengan dua gerobak sederhana (satu untuk berjualan tela-tela dan satu lagi untuk berjualan es gempol), beratapkan terpal dan warung keadaan warung yang terbuka disinilah pak agus berjualan. Sudah cukup baik untuk berjualan namun didalam parit terlihat sampah yang berserakan juga pipa-pipa air yang tidak tertata rapi.
Saat ditanyai mengapa memilih berjualan tela-tela beliau bercerita dengan santai bahwa di rumahnya terdapat banyak pohon ketela yang tidak dimanfaatkan, sehingga timbul niat untuk memanfaatkan hal tersebut. Tidak banyak barang-barang yang pak agus bawa. Hanya beberapa baskom berukuran besar, kompor dan gas, serta alat penggorengan dan yang pasti beberapa alat pendukung lainnya. Menurut pak agus berjualan disini memang strategis tapi juga memiliki kelemahan. Kelemahan itu salah satunya adalah lahan parker tidak ada. Hal ini jelas terlihat karena didepan warung pak agus langsung jalan raya, dan pembeli yang membeli dagangannya maupun pembeli lain yang membeli dagangan lain selain pak agus harus memarkirkan motornya di pinggir jalan di depan deretan  warung-warung  pedagang kaki lima. Hal ini tentu membuat jalanan di area itu rawan macet mengingat tidak hanya satu dua pedang yang berjualan namun cukup banyak.
Saat ditanyai “bagaimana jika suatu saat nanti bapak digusur atau dipindahkan ketempat lain apakah bapak setuju?” beliau menjawab “tentu saya setuju mbak karena tanah ini memang milik pemerintah bukan milik kami” jawabnya dengan senyuman dan sangat bijaksana.
Lalu apakah berjualan disini dipungut biaya atau ada semacam pungutan liar? Pak Agus menjawab dengan tegas tidak. Tidak ada pungutan liar atau pajak apapun disini, namun ada semacam kas wajib yang ditarik oleh karang taruna karena tempat ini memang dikelola oleh pemerintah desa tegasnya.
Sebagai seorang pedagang kaki lima tentunya pak agus memiliki harapan dan doa yang sama seperti pedagang kaki lima umumnya. Yaitu memiliki cabang ditempat lain. Tapi hal ini belum terealisasikan karna kendala modal juga belum memiliki pandangan dimana cabang tersebut akan dibangun.
Bersama istrinya pak agus menjajakan dagangannya dari pukul 13.00 WIB – 22.00 WIB  dan setiap harinya pak agus mendapat penghasilan kotor dari dagangannya sebesar Rp 300.000,00. Saat tiba dipenghujung wawancara pak Agus menyampaikan harapannya bahwa satu-satunya harapannya adalah dapat berjualan disini tanpa digusur serta kalau bisa mungkin dibagunkan lahan parker agar tidak mengganggu., Jawabnya dengan santun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Legenda Tangkuban Perahu

  Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...