Ø Jenis
Karangan: Deskripsi
Ø Topik : Pedagang Kaki Lima Unnes
Pedagang
Kaki Lima di Unnes
Saat
ini pedagang kaki lima di area Unniversitas Negeri Semarang jumlahnya terus
bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini karena jumlah mahasiswa yang tiap tahunnya
meningkat, berakibat meningkatkan juga kebutuhan-kebutuhan mahasiswa. Baik
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Dengan alasan inilah masyarakat
setempat memanfaatkan situasi untuk mencari nafkah dengan berjualan kaki lima
atau menjadi pegang kaki lima. Pedagang kaki lima sangat dibutuhkan mahasiswa
juga masyarakat setempat dalam memenuhui kebutuhan hidup.
Salah
satu pedangan kaki lima yang penulis wawancarai adalah pak Agus (30 tahun)
bersama isterinya nunung (25 tahun). Pak agus adalah salah satu pedang kaki
lima yang berjualan didepan lapangan banaran sudah dua tahun beliau berjualan
disini, pengalaman dua tahun itu cukup membuat pak agus mengerti dan memahami
kondisi sekitar apalagi pak agus juga warga asli banaran. Beliau berjualan tela-tela
, jamur crispy dan es gempol bersama istirenya. Selain berjualan tela-tela dan
es gempol pak agus juga berprofesi sebagai satpam di Unnes. Profesi pak Agus
sebagai satpam ini cukup membuat pak Agus memahami karakteristik warga Unnes
sendiri.
Warung
pak agus bersebelahan dengan pedang kaki lima lainnya yang menjajakan
dagangannya di depan lapangan banaran. Ketika saya mewawancarai mengapa memilih
berjualan disini? Menutunya tempat ini sangat strategis. Hal ini jelas terlihat karena lapangan
banaran sendiri terletak di jalan utama dan jalan satu-satunya yang bisa
dilalui mahasiswa dan masyarakat sekitar dalam kegiatan sehari-hari. Pak agus
juga diuntungkan karena area tersebut dekat dengan kompleks perumahan warga
yang membuat dirinya dan seluruh pedagang kaki lima tidak kesulitan untuk
menyalur listrik sebagai sumber penerangan di warung kecilnya itu.
Tempat
berdagang pak agus sendiri tepat diatas sebuah trotoar didepan lapangan banaran
dan didepan warungnya terdapat parit yang digunakan sebagai tempat aliran
air. Dengan dua gerobak sederhana (satu
untuk berjualan tela-tela dan satu lagi untuk berjualan es gempol), beratapkan
terpal dan warung keadaan warung yang terbuka disinilah pak agus berjualan.
Sudah cukup baik untuk berjualan namun didalam parit terlihat sampah yang
berserakan juga pipa-pipa air yang tidak tertata rapi.
Saat
ditanyai mengapa memilih berjualan tela-tela beliau bercerita dengan santai
bahwa di rumahnya terdapat banyak pohon ketela yang tidak dimanfaatkan,
sehingga timbul niat untuk memanfaatkan hal tersebut. Tidak banyak
barang-barang yang pak agus bawa. Hanya beberapa baskom berukuran besar, kompor
dan gas, serta alat penggorengan dan yang pasti beberapa alat pendukung
lainnya. Menurut pak agus berjualan disini memang strategis tapi juga memiliki
kelemahan. Kelemahan itu salah satunya adalah lahan parker tidak ada. Hal ini
jelas terlihat karena didepan warung pak agus langsung jalan raya, dan pembeli
yang membeli dagangannya maupun pembeli lain yang membeli dagangan lain selain
pak agus harus memarkirkan motornya di pinggir jalan di depan deretan warung-warung
pedagang kaki lima. Hal ini tentu membuat jalanan di area itu rawan
macet mengingat tidak hanya satu dua pedang yang berjualan namun cukup banyak.
Saat
ditanyai “bagaimana jika suatu saat nanti bapak digusur atau dipindahkan
ketempat lain apakah bapak setuju?” beliau menjawab “tentu saya setuju mbak karena tanah ini memang milik
pemerintah bukan milik kami” jawabnya dengan senyuman dan sangat bijaksana.
Lalu apakah berjualan
disini dipungut biaya atau ada semacam pungutan liar? Pak Agus menjawab dengan
tegas tidak. Tidak ada pungutan liar atau pajak apapun disini, namun ada
semacam kas wajib yang ditarik oleh karang taruna karena tempat ini memang
dikelola oleh pemerintah desa tegasnya.
Sebagai
seorang pedagang kaki lima tentunya pak agus memiliki harapan dan doa yang sama
seperti pedagang kaki lima umumnya. Yaitu memiliki cabang ditempat lain. Tapi
hal ini belum terealisasikan karna kendala modal juga belum memiliki pandangan
dimana cabang tersebut akan dibangun.
Bersama
istrinya pak agus menjajakan dagangannya dari pukul 13.00 WIB – 22.00 WIB dan setiap harinya pak agus mendapat
penghasilan kotor dari dagangannya sebesar Rp 300.000,00. Saat tiba
dipenghujung wawancara pak Agus menyampaikan harapannya bahwa satu-satunya
harapannya adalah dapat berjualan disini tanpa digusur serta kalau bisa mungkin
dibagunkan lahan parker agar tidak mengganggu., Jawabnya dengan santun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar