Rabu, 23 Maret 2022
Rabu, 09 Maret 2022
Daftar Puisi yang Cocok untuk Bahan Ajar dan Pilihan Lomba Membaca Puisi
- Nyanyian kemerdekaan
NYANYIAN KEMERDEKAAN
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda
hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan
di antara pahit-manisnya isi dunia
akankah kaubiarkan saya duduk berduka
memandang saudaraku, bunda tercintaku
dipasung orang aneh itu?
mulutnya yang kelu
tak bisa lagi menyebut namamu
Berabad-abad kamu terlelap
Bagai maritim kamu kehilangan ombak
Burung-burung yang semula
Bebas dihutannya
Digiring ke sangkar-sangkar
Tak bebas mengucapkan kicaunya
Hanya kamu yang ku pilih
Darah dan degup jantungmu
Hanya kamu yang ku pilih
Diantara pahit-manisnya isi dunia
Orang aneh itu berabad-abad
Memujamu dingerinya
Namun di negriku
Mereka berikan belengu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantara
Bangkitlah semua dada yang terluka
Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman tangan itu atas namaku
Kekuatan yang memancar dari genggaman itu
Suaramu sayup di udara
Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka
Hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kurterjang pintu-pintu terkunci itu
Dan mendobraknya atas namamu
Terlalu pengap
Udara yang tak tertiup
Dari rahimmu
Jantungku hamper tumpas
Karena racunnya
( matahari yang kita tunggu
Akhirnya bersinar juga
Di langit kita )
2. Selamat pagi Indonesia
SELAMAT PAGI INDONESIA
Karya Sapardi Djoko Damono
selamat pagi Indonesia,
seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu
akupun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku kepadamu
dalam kerja yang sederhana
bibirku tak dapat mengucapkan kata-kata yang sukar
dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal
selalu kujumpai kamu di wajah belum dewasa sekolah,
di mata wanita yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan,
kami telah dekat dengan kenyataan
untuk rahasia mencintaimu
seekor ayam jantan menegak dan menjeritkan salam padamu,
kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya,
akupun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun watu demi watu ketabahan, benteng kemerdekaanmu
pada setiap matahari terbit, o, anak jaman yang megah,
biarkan saya memandang ke timur untuk mengenangmu,
wajah-wajah yang penuh belum dewasa sekolah berkilat,
para wanita menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta,
khianat, dan pura-pura
selamat pagi, Indonesia,
seekor burung kecil memberi salam kepada si anak kecil,
terasa benar: saya tak lain milikmu
3. PAHLAWAN TAK DIKENAL
Karya Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.***
4. Resonansi Indonesia
(Karya Ahmadun Yosi Herfanda)
Bahagia saat kau kirim rindu
termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di khatulistiwa.
Kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa
kau semaikan benih-benih kasih
tertanam dari manis cintamu
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
kau dan aku
berjuta kata satu jiwa.
Kau dan aku
siapakah kau dan aku?
Jawa, Cina, Batak, Arab, Dayak
Sunda, Madura, Ambon, atau Papua?
Ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa.
Ya, apalah artinya jarak pemisah kita
apalah artinya rahim ibu yang berbeda?
Jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam genggaman burung Garuda
4. Membaca tanda-tanda
Karya Taufik Ismail
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Biskah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya.
5. Karawang - Bekasi
Karya Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
6. Ibu
karya D. Zawai Imron.
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
Sempit lautan teduh tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku
7. 1. Puisi Ibu
Oleh: Chairil Anwar
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu…..
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu…..
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun…..
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu….
8. Ibu
oleh: K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus)
Ibu, koulah gua berteduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Koulah kawah
dari mana aku meluncur
dengan perkasa
Koulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yg menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yg tak pernah berhenti mengalir
membasahi dahagaku
9. Sajadah Panjang
Karya : Gus Mus
Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi
Mencari rezeki, mencari ilmu
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara azan
Kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan tak lepas kening hamba
Mengingat Dikau
Sepenuhnya.
10. TANAH AIR MATA
Oleh: Sutardji Calzoum Bachri
Tanah airmata tanah tumpah darahku
Mata air airmata kami
Air mata tanah air kami
Di sinilah kami berdiri
Menyanyikan airmata kami
Dibalik gembur subur tanahmu
Kami simpan perih kami
Dibalik etalase megah gedung-gedungmu
Kami coba sembunyikan derita kami
Kami coba simpan nestapa
Kami coba kuburkan duka lara
Tapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak kemana-mana
Bumi memang tak sebatas pandang
Dan udara luas menunggu
Namun kalian takkan bisa menyingkir
Kemana pun melangkah
Kalian pijak air mata kami
Kemana pun terbang
Kalian hinggap di air mata kami
Kemana pun berlayar
Kalian arungi air mata kami
Kalian sudah terkepung
Takkan bisa mengelak
Takkan bisa kemana pergi
Menyerahlah pada kedalaman air mata kami
11. DALAM DOAKU
Oleh : Sapardi Djoko Damono
dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana
dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga
jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi
rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
aku mencintaimu. itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu
12. KEPADA KAWAN
Oleh: Chairil Anwar
Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat, mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,
belum bertugas kecewa dan gentar belum ada, tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam, layar merah berkibar hilang dalam kelam, kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan, Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu, Pilih kuda yang paling liar, pacu laju, Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat, Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Tidak minta ampun atas segala dosa, Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi, Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!
13. AKU INGIN
Oleh : Sapardi Djoko Damono
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sumber: Damono, Sapardi Djoko (1994). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Grasindo.
14. ASMARADANA
Oleh: Goenawan Mohamad
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara,
ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.
Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu. Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.
15. Pada suatu hari nanti
Sapardi Djoko damono
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
Legenda Tangkuban Perahu
Nama : Nayla Putri Yuantika Humaira Azalia Sasi Ramadhanesya Gunung Tangkuban Perahu Dahulu kala ada seorang raja yang bernama Sumbing...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kata ‘drama’ berasal dari kata Greek (bahasa yunani) ‘dralen’ yang diturunkan da...
-
A sal – U sul D esa S idokerto Pati Desa Sidokerto terletak di kecamatan Pati kabupaten Pati provinsi jawa tengah Indonesia. P...
-
Resensi Film Judul Film : Teacher’s Diary Kid Teung Wittaya (dalam Bahasa Thai) Director ...